Sukses

Program Inklusi Keuangan RI Mulai dari Sertifikasi Tanah

Pemerintah tetapkan lima pilar sebagai penyangga strategi nasional keuangan inklusif.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah berupaya meningkatkan Indeks Keuangan Inklusif menjadi 75 persen pada 2019 dari 36 persen di periode 2014.

Target ambisius ini untuk mengatasi ketertinggalan dengan Thailand dan Malaysia yang masing-masing sudah mencapai 78 persen dan 81 persen.

"Ini memang target yang cukup ambisius," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution usai Rapat Koordinasi tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) di kantornya, Jakarta, Jumat (9/9/2016).

Untuk mencapai target tersebut, pemerintah menetapkan lima pilar sebagai penyangga SNKI. Pertama adalah edukasi keuangan yang melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Kedua, hak properti masyarakat (public property rights).

"Paling utama dari pilar ini adalah sertifikasi tanah rakyat dengan tulang punggung ada di Kementerian Agraria Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN)," ujar Darmin.

Pilar ketiga adalah fasilitas intermediasi dan saluran distribusi keuangan yang akan lebih banyak dijalankan OJK. Keempat, layanan keuangan pada sektor pemerintah.

Dalam hal ini, bantuan sosial akan dikembangkan melalui keuangan inklusif. Transformasi subsidi dijalankan Kementerian Sosial dan BI.

Pilar terakhir berkaitan dengan perlindungan konsumen melalui kerja sama OJK, BI, dan pemerintah. "Ada satu lagi yang tidak muncul secara eksplisit di sini, yakni e-commerce, yang akan fokus pada pengembangan start-up dan UKM," tambah Darmin.

Untuk merealisasikan target dalam SNKI itu, Darmin menekankan perlunya pembentukan kelompok kerja (working group), action plan serta time frame yang jelas.

"Desain program ini harus segera dirampungkan kemudian dilaksanakan secara jelas, efektif dan efisien," ujar dia.

Masalah penting dalam SNKI, salah satunya adalah kepemilikan sertifikat tanah. Lanjutnya, sertifikasi tanah secara nasional baru mencapai sekitar 50 persen.

Termasuk penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) nantinya juga harus lebih menyasar ke kalangan produsen kecil. Sedangkan untuk kalangan pedagang dibatasi, kecuali fintech dan e-commerce.

"Keuangan inklusif memang harus dimulai dari program sertifikasi tanah. Ini memang pekerjaan luar biasa besar. Karena dengan adanya sertifikat tanah, perbankan akan lebih leluasa dan mudah memberikan kredit kepada rakyat," ucap Darmin.

2 dari 2 halaman

Susun Sistem Pertanahan Secara Digital

Menanggapi hal itu, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil menyatakan sedang menyusun sistem pertanahan secara digital. Pemerintah, sambungnya, memiliki anggaran Rp 40 triliun yang tersebar di berbagai Kementerian/Lembaga (K/L) untuk pengembangan teknologi informasi (IT).

Ditambah USO (Universal Service Obligation)  dari Kemenkominfo yang sebesar Rp 2 triliun per tahun, program ini akan bisa terlaksana

"Kita akan memulai program sertifikasi tanah ini di Jakarta, Surabaya, dan Batam hingga mencapai 100 persen pada 2017," tutur Sofyan.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informasi, Rudiantara mengaku optimistis pemerintah bisa mencapai target peningkatan Indeks Keuangan Inklusif dengan membangun infrastruktur telekomunikasi di seluruh Nusantara hingga 2019.

"Kalau untuk Jawa, Bali, dan Lombok infrastrukturnya akan selesai akhir tahun ini," ungkap Rudiantara.

Optimisme serupa disampaikan Gubernur BI Agus Marto yang mengaku penyaluran berbagai program bantuan sosial dalam bentuk transaksi non-tunai sangat bisa dilaksanakan.

"Model yang dikembangkan Menteri Sosial dan perbankan ini efektif karena sederhana dan bersifat non tunai, di samping berjalan secara inter-operate dan inter-connected. Kita hanya perlu koordinasi dengan Kemkominfo yang sudah memiliki peta jalan melakukan terobosan ini," ujar Agus.

Menteri Sosial Khofifah menerangkan, program penyaluran bantuan sosial ini sudah berjalan di 17 kota dengan membagikan kartu plus buku tabungan kepada sekitar 665 ribu orang. "Dari biaya transfer saja, kita bisa menghemat sekitar Rp 122 miliar," kata Khofifah. (Fik/Ahm)