Liputan6.com, New York - Harga minyak dunia turun empat persen seiring badai tropis di Amerika Serikat (AS) membuat penundaan pengiriman minyak.
Hal itu mengikis kenaikan secara mingguan. Harga minyak naik tiga persen secara mingguan. Penguatan didorong lantaran pelaku pasar harap ada kestabilan produksi minyak usai Arab Saudi, produsen utama minyak, dan Rusia setuju untuk koordinasi terkait pasokan minyak berlebih.
Harga minyak Brent pun akhirnya merosot US$ 1,98 menjadi US$ 48,01 per barel usai naik di atas US$ 50 untuk pertama kali dalam dua minggu ini. Harga minyak jenis AS susut US$ 1,74 menjadi US$ 45,88.
Pada perdagangan Kamis, pemerintah AS menunjukkan penurunan pasokan terbesar sejak Januari 1999. Hal itu lantaran penundaan pelayaran kargo untuk impor imbas badai tropis Hermine.
"Sebagian sentimen kemarin karena salah membaca penurunan stok minyak. Akan tetapi itu lebih menunjukkan badai membuat impor tertunda," ujar Presiden of Energy Consultan WTRG Economics James Williams, seperti dikutip dari laman Marketwatch, Sabtu (10/9/2016).
Ia menambahkan, pelaku pasar akan melihat peningkatan luar biasa dalam stok minyak pada pekan depan seiring stok minyak yang tidak datang lantaran badai Hermine.
Sementara itu, indeks dolar AS menguat seiring kekhawatiran ekonomi Uni Eropa dan spekulasi kenaikan suku bunga bank sentral AS.
Analis dan pelaku pasar juga memperdebatkan seberapa efektif kebijakan OPEC dan non OPEC yang produsen minyak untuk membatasi pasokan pada pertemuan informasi di Aljazair pada 26-28 September 2016.
Menteri Energi Aljazair menuturkan, dua perjanjian terpisah dapat diminta antara OPEC dan produsen minyak non-OPEC. Sedangkan badan energi internasional mengharapkan permintaan minyak melebihi pasokan pada kuartal III 2016. Hal itu berarti stok minyak mentah global harus ditekan.
Baca Juga
Namun analis Morgan Stanley melihat tidak ada risiko untuk menyeimbangkan pasar hingga akhir 2017 dan 2018. Meski demikian, pelaku pasar tidak berharap banyak pada kesepakatan antara OPEC dan produsen minyak non-OPEC. (Ahm/Ndw)
Advertisement