Liputan6.com, Jakarta Pemerintah masih mencari cara terkait rencana melonggarkan kebijakan ekspor mineral olahan atau konsentrat pada 2017. Perubahan rumusan kebijakan untuk menunda pelarangan ekspor konsentrat masih dalam tahap diskusi.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatoto mengatakan, hingga kini pemerintah belum memutuskan poin perubahan Undang-Undang (UU) Minerba yang memberikan kelonggaran ekspor konsentrat sebab masih dalam tahap diskusi.
‎"Belum tahu, akan didiskusikan nanti," kata dia di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman di Jakarta, Selasa (13/9/2016).
Dia juga mengaku belum mengetahui peraturan lain yang akan diubah untuk mengakomodasi kelonggaran ekspor mineral olahan tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Dia menegaskan, saat ini pemerintah masih mendiskusikan semua hal terkait dengan kelonggaran ekspor mineral olahan, seperti jenis mineral, payung hukum dan konsekuensi yang timbul jika ekspor mineral olahan tak berlaku.
"Semua masih didiskusikan kita bahas semuanya, apakah Undang-Undang, apakah apa, butuh payung hukum, terus konsekuensinya seperti apa," tutup dia.
Pelaksana tugas Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya memberi sinyal untuk melonggarkan pelarangan ekspor mineral olahan setelah 2017. Hal tersebut diusulkan masuk dalam revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batubara.
‎Luhut mengatakan, saat ini realisasi pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) belum menunjukkan kemajuan signifikan. Bahkan ada yang mengalami penghentian pembangunan.
"Kita juga liat industri-industri lain yang sudah mungkin membangun 75 persen, 35 persen. Yang berhenti karena cash flow nya," kata ‎Luhut, belum lama ini.
Padahal, untuk menerapkan pelarangan ekspor mineral mentah pada 2017 sesuai dengan turunan Undang-Undang Minerba yaitu, Peraturan menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2014, membutuhkan smelter yang telah beroperasi.‎
Sebab itu, Luhut menginginkan adanya kelonggaran ekspor mineral mentah yang akan dicantumkan ‎dalam revisi Undang-Undang Minerba.
‎"Nah dengan kita melihat secara adil, memberikan relaksasi ini, dalam tenggat waktu tertentu saya kira akan membuat kita juga bagus," tutur dia.
Menurut Luhut, kelonggaran tersebut wajar diberikan. Sebab lamanya pembangunan smelter tidak bisa disalahkan ke pengusaha saja, tetapi pemerintah terdahulu juga telat menerapkan Undang-Undang Minerba.
‎"Karena ini juga bukan salah mereka, salah kita juga (pemerintah) Undang-Undang Minerba 2009, itu aturan pelaksanaannya 2014 sehingga tidak mungkinlah mereka membangun smelter dimana harga dari pada komoditi menurun untuk mereka melakukan investasi sebanyak itu," kata dia.
Luhut‎ mengungkapkan, kelonggaran ekspor mineral mentah bukan hanya ditujukan untuk satu perusahaan saja, tetapi untuk seluruh perusahaan pertambangan.
"kita tidak ingin revisi Undang-Undang Minerba berlaku untuk 1-2 orang, tapi berlaku universal. Keadilan harus ada. Artinya kita jgn liat Freeport, Newmont," tutup Luhut.
‎Seperti diketahui, ketika Undang-Undang Minerba mulai berlaku di 2014 kondisi harga komoditas menurun. Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 menyatakan ekspor mineral mentah dilarang sejak 11 Januari 2014. Sebab itu pemerintah pada saat itu mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 yang menyatakan ekspor konsentrat mineral‎ dapat dilakukan hingga 11 Januari 2017. Pasca 2017 itu hanya mineral hasil pemurnian yang diizinkan ekspor.(Pew/Nrm)