Sukses

Harga Komoditas Turun, Rupiah Melemah Tipis

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah tipis pada perdagangan Rabu pekan ini.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah tipis pada perdagangan Rabu pekan ini. Penurunan harga komoditas menjadi pendorong pelemahan rupiah.

Mengutip Bloomberg, Rabu (14/9/2016), rupiah dibuka di angka 13.170 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.168 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah berada di kisaran 13.,170 per dolar AS hingga 13.243 per dolar AS. Jika dihitung sejak awal tahun, rupiah mampu menguat 4,03 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.228 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.151 per dolar AS.

Nilai tukar dolar AS menguat terhadap 16 mata uang utama dunia. Penguatan dolar AS ini karena penurunan harga komoditas.

Penurunan harga minyak dan juga bijih besi membuat mata uang negara-negara yang menjadi produsen utama komoditas tersebut tertekan. Hal tersebut mendorong penguatan dolar AS.

Penguatan dolar AS ini juga menekan rupiah yang sempat menguat pada beberapa hari sebelumnya. Rupiah bahkan sempat menyentuh level 13.068 pada 8 September 2016.

Sementara, pernyataan dari Pejabat Bank Sentral AS Lael Brainard yang mengatakan bahwa kenaikan suku bunga Bank Sentral AS sudah tidak menarik lagi bagi sektor keuangan tidak berdampak besar kepada pergerakan dolar AS.

"Pernyataan Brainard tidak memberikan dampak berkelanjutan kepada pasar mata uang dan faktor lain akan mempengaruhi gerak dolar AS," tutur Valentin Marinov, analis mata uang Credit Agricole SA, London.

Ekonom PT Samuel Sekuritas Rangga Cipta menjelaskan, rupiah melemah cukup tajam pada perdagangan Selasa kemarin bersamaan dengan penguatan dolar AS di Asia.

Pelemahan rupiah terus berlanjut pada hari ini melihat Dollar Index yang masih kuat.

"Pemerintah yang pesimistis terhadap prospek pertumbuhan ke depan menandakan adanya efek negatif pengetatan anggaran," jelas dia. Meningkatnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap Jokowi menjadi satu-satunya berita positif. (Gdn/Ndw)