Liputan6.com, Jakarta Kondisi perubahan iklim yang terjadi saat ini juga menjadi perhatian Indonesia, terutama dalam mencapai swasembada pangan. Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan, Mukti Sardjono mengatakan, Indonesia perlu melakukan berbagai upaya baik mitigasi maupun adaptasi terhadap terjadinya perubahan iklim dan kenaikan suhu bumi terus terjadi karena mempengaruhi sektor pertanian.
"Perubahan iklim yang melanda berbagai daerah di Indonesia harus dapat disikapi dengan langkah-langkah nyata, sehingga upaya peningkatan produksi untuk tercapainya swasembada secara berkelanjutan benar-benar dapat diwujudkan," ujar Mukti dalam keterangan yang diterima Jumat (16/9/2016).
Hal itu dikatakannya dalam seminar "Sosialisasi Penanganan Dampak Pemanasan Global dan Perubahan Iklim" di Hotel Salak Heritage, Bogor kemarin.
Advertisement
Menyikapi fenomena perubahan iklim dalam dua tahun terakhir ini, jelas Mukti, Kementerian Pertanian telah menyelesaikan beberapa permasalahan klasik selama bertahun-tahun terkait upaya swasembada komoditas padi, jagung dan kedelai melalui perbaikan irigasi, subsidi pupuk, penyediaan benih, alsintan dan penyuluhan.
"Berbagai upaya yang telah berhasil dilaksanakan adalah berbagai kegiatan dengan dukungan anggaran kontingensi 2014, APBN Refocusing 2015, APBN-P 2015 maupun APBN 2016. kegiatan tersebut telah berdampak pada kinerja di lapangan khususnya pada percepatan tanam, meningkatnya Indek Pertanaman, meningkatnya luas tambah tanam dan meningkatnya produksi," papar Mukti.
Mukti menjelaskan, ancaman yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh perubahan iklim adalah degradasi sumberdaya lahan pertanian dan terjadinya fenomena cuaca yang tidak menentu.
Hal itu berakibat dalam jangka pendek, kegagalan produksi pertanian. Keterbatasan dan fragmentasi lahan pertanian, serta konversi dan alih fungsi lahan pertanian ikut menambah beban berat pertanian dalam menjaga produktivitasnya.
"Kalau tidak ada langkah strategis untuk antisipasi perubahan iklim, maka upaya untuk tercapainya swasembada pangan menjadi terkendala," ujarnya.
Untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim tersebut, lanjut Mukti, Kementerian Pertanian telah menyiapkan dan mengembangkan berbagai paket inovasi teknologi antara lain Kalender Tanam Terpadu Atau Katam terpadu untuk tanaman pangan. Kalender ini dibuat guna mengantisipasi variabilitas iklim yang dapat diakses oleh siapa saja, baik petani maupun penyuluh dan pemangku kepentingan, baik di pusat maupun daerah.
"Sistem Informasi ini merupakan alat bantu yang handal untuk pemandu dan pedoman dalam penyesuaian waktu dan pola tanam tanaman pangan serta teknologi budidaya yang paling tepat," terangnya.
Kemudian, Varietas Unggul Adaptif yang tahan terhadap kekeringan, genangan, berumur genjah, toleran salinitas, rendah emisi gas rumah kaca dan berbagai paket teknologi ramah lingkungan, yang telah dihasilkan oleh jajaran Badan Litbang Pertanian.
"Di samping itu, Kementerian Pertanian secara rutin juga menyiapkan penghitungan emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan oleh komoditas pertanian," tambah Mukti.
Hasil pertemuan United Nations Climate Change Conference (UNCCC) bulan Juni 2014 di Berlin menyampaikan selama 10 tahun terakhir suhu bumi semakin meningkat dan sangat berbeda dengan kondisi 30 tahun yang lalu. Demikian juga hasil pertemuan COP 21 di Paris, perubahan iklim dan kenaikan suhu bumi terus terjadi.
"Tindak lanjut Sidang COP 21 di Paris beberapa waktu yang lalu perlu dipahami bersama, karena menyangkut kesepakatan dunia terhadap perubahan lingkungan yang tentunya akan mempengaruhi sektor pertanian," tutup Mukti.