Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) tengah sibuk mencari jalan penyelamatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016 dari keterbatasan penerimaan, sementara belanja harus terus bergerak untuk memompa pertumbuhan ekonomi.
Risikonya, pemerintah harus mengorbankan defisit anggaran membengkak dari target Rp 296,7 triliun atau 2,35 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2016. Â
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, pelebaran defisit fiskal untuk pemerintah pusat harus ditekan di bawah 2,7 persen dari PDB di 2016.
Sementara defisit dari pemerintah daerah diproyeksikan nyaris 0,3 persen sampai akhir tahun dari PDB. Dalam Undang-Undang (UU) Keuangan Negara, batas toleransi defisit anggaran tidak lebih dari 3 persen dari PDB.
Baca Juga
"Bagaimana caranya dengan penerimaan konvensional dan tax amnesty yang ada, jangan sampai defisitnya naik. Karena defisit di daerah bisa mendekati 0,3 persen dari PDB, berarti yang pusat jangan 2,7 persen dari PDB. Harus di bawah itu," jelas Darmin di kantornya, Jakarta, Jumat (16/9/2016).
Darmin mengatakan, pemerintah mampu menekan defisit anggaran dengan cara memaksimalkan penerimaan negara. Namun jika diprediksi mustahil capai target, pemerintah dapat menerbitkan surat utang (obligasi) jangka pendek sebagai sebuah strategi pembiayaan di APBN.
"Kalau penerimaan tidak sampai target, kita terbitkan obligasi jangka pendek sebagai pembiayaan. Tapi pokoknya defisit harus di bawah 2,7 persen," kata Darmin. Â
Dari data Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan pajak hingga 13 September 2016 mencapai Rp 656,11 triliun. Pencapaian tersebut baru 48,41 persen dari target yang dipatok di APBN-P 2016 sebesar Rp 1.355,2 triliun.
Penerimaan pajak sebesar Rp 656,11 triliun sepanjang Januari-13 September 2016Â tumbuh 4 persen dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 631,64 triliun. Jika dihitung dari target APBN-P 2016 sebesar Rp 1.355,2 triliun tahun ini, realisasi penerimaan pajak baru mencapai 48,41 persen.
Rinciannya, terdiri dari penerimaan pajak non migas sebesar Rp 634,56 triliun dan dari Pajak Penghasilan (PPh) Migas sebesar Rp 21,56 triliun di periode hingga 13 September ini. Realisasi penerimaan pajak ini termasuk uang tebusan dari program pengampunan pajak.
Sementara realisasi uang tebusan sampai dengan saat ini mencapai Rp 14,7 triliun, berdasarkan Surat Pernyataan Harta (SPH) yang disampaikan. Sedangkan berdasarkan Surat Setoran Pajak (SSP), uang tebusan sudah menembus Rp 29,1 triliun.
Komposisi harta yang sudah dideklarasikan dan di repatriasi mencapai Rp 623 triliun. Rinciannya Rp 432 triliun dari deklarasi harta di dalam negeri, Rp 161 triliun merupakan deklarasi di luar negeri, dan repatriasi harta senilai Rp 30,7 triliun. (Fik/Ahm)
Advertisement