Liputan6.com, Nusa Dua - Pengamat Ekonomi Faisal Basri menilai sebaiknya pemerintah dan pebisnis timah untuk tidak mengekspor timah mentah tetapi dalam bentuk barang jadi. Tujuannya, agar bisa didapatkan nilai lebih dan menambah pundi pendapatan negara.
Dia mengingatkan jika dengan nilai lebih, timah nasional akan jauh lebih mahal ketimbang dalam bentuk bahan mentah. Berbeda dengan kondisi selama ini, Indonesia mengekspor dalam bentuk mentah ke negara lain yang mengolahnya dan kemudian menjual kembali ke Indonesia dalam bentuk barang jadi.‎
"Harga jual bisa lebih mahal," kata Faisal Basri di sela acara ITCE 2016 Nusa Dua, Bali, Selasa (20/9/2016).
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, jika timah tersebut diolah di dalam negeri maka secara otomatis akan menyerap tenaga kerja. "‎Paling tidak kan kalau kita olah sendiri, industrinya akan menyerap tenaga kerja," saran dia.
Ia berharap pemerintah mampu memaksimalkan cadangan timah yang hanya tinggal 10 hingga 15 tahun itu.
Saat ini, ia melanjutkan, kebutuhan pasar timah begitu tinggi.‎ Pertumbuhan industri yang pesat meski ekonomi global melemah secara otomatis memerlukan banyak bahan baku timah, utamanya untuk mengaliri listrik.
Akibat kebutuhan yang tinggi itu, ia percaya harga timah dunia akan terus melonjak tinggi. "Meski ekonomi melemah, tapi kan industri tumbuh berkembang. Industri butuh timah. Jadi harga timah akan terus naik seiring pertumbuhan industri," kata dia.
Sementara itu, untuk mengolah timah menjadi barang jadi, Faisal menyarankan agar pemerintah membuat pabrik pengolah timah di dalam negeri.
Hal itu penting agar jangan sampai timah seperti bauksit, di mana Indonesia merupakan produsen besar yang mencapai 4 juta ton pada 2014, namun kenyataannya kita hanya mengekspor saja dan membeli bahan jadi lantaran tak punya pabrik pengolahannya.‎
"Saya kira itu penting untuk diatur. Kan lucu kalau kita ekspor bahan mentahnya, tapi mengimpor bahan jadinya," tutur Faisal. (Dewi Divianta/nrm)
‎