Sukses

Menperin Ingin Inalum Ekspansi ke Kalimantan Utara

Sebab wilayah Kaltara memiliki potensi alumunium yang cukup besar untuk dimanfaatkan.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto berharap PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) bisa berekspansi dengan menambah investasi ke Kalimantan Utara (Kaltara).

Sebab wilayah Kaltara memiliki potensi alumunium yang cukup besar untuk dimanfaatkan.

Menurut dia, adanya ekspansi ini juga bertujuan mendekatkan Inalum pada sumber energi, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Kaltara.

"Selama ini, Inalum bisa survive karena untuk energy cost dapat harga murah. Di dalam perusahaan ada pembangkit listrik besar, yang harganya sekitar US$ 3 sen," ujar dia dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (23/9/2016).

‎Airlangga juga menyatakan, Inalum merupakan salah satu industri milik negara yang diharapkan membantu mencapai visi misi pemerintah yaitu hilirisasi industri. Dan hilirisasi ini dapat dengan cepat tercapai jika industri mendapatkan harga energi murah, khususnya listrik dan gas. Sebabnya, industri merupakan sektor lahap energi baik untuk bahan bakar maupun produksi.

"Mendapatkan harga murah, juga karena dekat sumber energi," kata dia.

‎Sebagai informasi, Inalum merupakan salah satu perusahaan yang kembali berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) setelah sebelumnya dikuasai Jepang.

Dalam proyek kerja sama Indonesia-Jepang, Inalum mengembangkan PLTA di Kabupaten Toba Samosir dan pabrik peleburan aluminium di Kuala Tanjung, Sumatera Utara.

Presiden Direktur PT Inalum Winardi Sunoto sebelumnya menyampaikan, Inalum tengah menargetkan peningkatan kapasitas produksi hingga 1 juta ton per tahun pada 2025.

“Saat ini, kapasitas produksi Inalum mencapai 265 ribu ton aluminium ingot per tahun dan akan ditingkatkan menjadi 500 ribu ton per tahun pada 2020," tutur dia.

Untuk mewujudkan target itu, lanjut Winardi, perusahaan akan meningkatkan kapasitas produksi di Kuala Tanjung menjadi 300 ribu ton dan membangun smelter baru di lokasi yang sama dengan kapasitas produksi 200 ribu ton per tahun, sehingga menjadi 500 ribu ton.

"Nilai investasinya mencapai US$ 800 juta untuk ekspansi dan pembangunan smelter baru tersebut,” jelas dia.

Setelah diambil alih pemerintah, Inalum kini memaksimalkan produksi aluminium untuk kebutuhan dalam negeri. Sementara ekspor dilakukan ketika terdapat produksi yang tidak terserap.

"Kalau dulu 60 persen harus ekspor ke Jepang, sekarang kita utamakan dalam negeri dan jika ada yang tidak terserap bisa diekspor ke berbagai negara," tandas Winardi.(Dny/Nrm)