Liputan6.com, Jakarta - Pelayanan di kantor pelayanan pajak (KPP) untuk program pengampunan pajak atau tax amnesty dianggap kurang maksimal. Berbeda dengan pelayanan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Hal tersebut disampaikan oleh salah satu wajib pajak Junizar Djaya saat berbincang dengan Liputan6.com. Dia menuturkan, kurang maksimalnya pelayanan terjadi di KPP Petamburan, Jakarta Barat.
Dia mengatakan, bahkan menemui wajib pajak lain yang harus 8 kali bolak-balik untuk mengurus tax amnesty karena persyaratan yang dibawa tak kunjung lengkap.
"Di KPP bisa 3 sampai 4 kali. Ada 8 kali, ada yang mau betulin tapi enggak tahu apa yang mau dibetulin," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Minggu (25/9/2016).
Menurut dia, hal tersebut terjadi karena pelayanan petugas pajak kurang maksimal. Sebab, petugas yang ditaruh di KPP biasanya merupakan petugas baru sehingga kurang pemahaman dan pengalaman.
Hal ini membuat penjelasan yang diberikan petugas ke wajib pajak tak optimal sehingga wajib pajak harus berkali-kali ke kantor pajak untuk memenuhi segala persyaratan.
Baca Juga
"Koordinasi di KPP kurang optimal. Saya bilang kita enggak salahkan mereka. Karena tamatan STAN selesai bergabung di KPP. Yang kepala seksi di pusat, lebih optimal lebih familiar," jelas dia.
Sementara, tax amnesty sendiri merupakan hal yang baru. Oleh karenanya, dia meminta supaya pemahaman yang diberikan petugas pajak lebih jelas sehingga tax amnesty berjalan dengan mulus.
Advertisement
Dia berharap, tax amnesty berlangsung sukses sehingga menambah penerimaan negara dan menggerakkan perekonomian.
"Ini sesuatu yang baru, wajib pajak tidak semua tahu. Orang masih awam kalau informasi enggak jelas, wajib pajak malah jadi bingung," terang dia.
Kurang sosialisasi
Wajib pajak lain yang Liputan6.com temui, Bima Triastono mengatakan, salah satu yang menjadi kendala ialah proses pengecekan dokumen.
Bima, saat ini tengah membantu seorang kerabatnya untuk mengikuti tax amnesty. Kebetulan, kawannya merupakan wajib pajak yang tercatat di daerah sehingga untuk mempermudah dia daftar tax amnesty di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Dia menerangkan, untuk ikut tax amnesty mesti menyerahkan data berupa soft copy dan hard copy. Proses pengecekan keduanya berlangsung lama karena sistem yang kurang mendukung serta kurang jelasnya sosialisasi mengenai administrasi.
Misalnya untuk soft copy, data yang dimasukkan bisa error ketika diperiksa oleh sistem DJP.
"(Untuk Excel) Titik koma itu bermasalah. Misal satu kolom nomor yang nggak boleh diubah. Kalau diubah itu eror," jelas dia kepada Liputan6.com di Kantor Pusat DJP Jakarta.
Begitu juga mengenai penyerahan dokumen berbentuk hard copy. Misalnya, dokumen harus diberikan dalam ukuran folio, tapi tidak ada sosialisasi mengenai hal ini sebelumya.
"Sosialisasi kurang untuk persyaratan administrasi," ungkap dia.
Tak hanya itu, masalah lain ialah data harta yang terlalu detil. Semisal, data mengenai rumah yang harus memasukkan nomor sertifikat dan sebagainya.
"Ini merepotkan karena harus nelpon bank," tutur dia.