Liputan6.com, Jakarta Pengusaha listrik yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Listrik Seluruh Indonesia (APLSI) mendorong pemerintah melakukan industrialisasi peralatan listrik. Pasalnya, setahun lebih program kelistrikan 35 ribu megawatt (MW), belum memicu geliatnya industri ini.
Sekretaris Jenderal APLSI Pria Djan mengatakan, semestinya industri ini segera didorong pemerintah mengingat permintaan pasar di dalam negeri sangat tinggi.
Pria mengatakan, dengan adanya mega proyek infrastruktur listrik itu, captive market peralatan listrik sudah tersedia.”Ini kan konsekuensi dari banyaknya pembangkit yang akan dibangun, industri turunannya ya akan banyak permintaan peralatan listrik,” ujar Pria dalam keterangannya, Kamis (29/9/2016).
Advertisement
Dia mengatakan, investasi di proyek 35 ribu MW mencapai lebih dari Rp 1.000 triliun. Artinya, ada potensi pasar yang sangat besar. “Itu belum peralatan listrik yang terkait dengan infrastruktur jaringan distribusi listrik, lampu, trafo, dan sebagainya,” ujar Pria.
Sejalan dengan Pria, Wakil Bendahara Umum APLSI Rizka Armadhana berharap agar pemerintah serius mengembangkan industri peralatan listrik nasional. Rizka khawatir pasar nasional yang besar ini hanya diisi dan dimanfaatkan oleh produsen peralatan listrik dari luar negeri.
Rizka mengatakan, impor peralatan listrik terus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan dibandingkan impor non migas lainnya impor peralatan listrik salah satu yang tertinggi pada Juni 2016 bersama impor mesin yakni sebesar US$ 289,1 juta (18,06 persen).
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa nilai impor Indonesia Juni 2016 mencapai 12,02 miliar Dolar Amerika Serikat (AS) atau naik 7,86 persen apabila dibandingkan Mei 2016. Namun sebaliknya turun sebesar 7,41 persen jika dibandingkan Juni 2015.
Saat ini terdapat 9 kelompok industri yang sangat tergantung pada produsen luar antara lain industri mesin dan peralatan listrik, logam, otomotif, elektronika, kimia dasar, makanan-minuman dan pakan ternak, tekstil, barang kimia lain termasuk karet-plastik, serta pulp dan kertas.
Khusus untuk kelompok industri mesin dan peralatan listrik, tingginya impor kelompok ini disebabkan adanya keterbatasan teknologi, khususnya yang memerlukan presisi tinggi sehingga masih mengandalkan principal luar, serta keterbatasan bahan baku.