Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) optimistis Indonesia mampu menjadi eksportir utama kopi sangrai (roasted bean) di Asia dan dunia. Apalagi, sebagai negara penghasil kopi terbesar k-4 di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan industri pengolahan kopi.
"Pengembangan industrinya melalui peningkatan nilai tambah biji kopi dan peningkatan mutu kopi olahan terutama kopi sangrai melalui penguasaan teknologi roasting," kata Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (2/9/2016).
Panggah menambahkan, upaya lain pengembangan industri kopi sangrai adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia antara lain barista, roaster, dan penguji cita rasa (cupper). "Kami berkomitmen memacu pengembangan industri pengolahan kopi di dalam negeri melalui berbagai program dan kebijakan strategis," ujar dia.
Berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional tahun 2015-2035, industri pengolahan kopi masuk dalam sektor prioritas. Untuk itu, pemerintah terus menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi industri pengolahan kopi melalui kebijakan fiskal dan non-fiskal serta penerapan standar.
Baca Juga
Ia menambahkan, kesinambungan rantai nilai mulai dari petani, industri sampai dengan jasa retail dan kafe berkembang lebih baik dan memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi perekonomian nasional.
"Diharapkan industri pengolahan kopi dapat melakukan diversifikasi produk kopi. Tidak hanya sebagai minuman, tetapi dikembangkan dalam berbagai jenis produk lainnya seperti kosmetik, farmasi, dan esens makanan," papar Panggah.
Kemenperin mencatat, sumbangan pemasukan devisa dari ekspor produk kopi olahan mencapai US$ 356,79 juta pada 2015 atau meningkat 8 persen dibanding tahun sebelumnya.
"Ekspor produk kopi olahan didominasi produk kopi instan, ekstrak, esens dan konsentrat kopi yang tersebar ke negara tujuan ekspor utama di ASEAN, China, dan Uni Emirat Arab," tutur Panggah.
Sedangkan, nilai impor produk kopi olahan mencapai US$ 106,39 juta pada 2015 atau naik sekitar 4 persen dibanding tahun sebelumnya. Negara asal impor terbesar, yakni Malaysia, Brazil, India, Vietnam, Italia dan Amerika Serikat. "Namun demikian, neraca perdagangan produk kopi olahan masih mengalami surplus sebesar US$ 250,40 juta," ujar Panggah.
Sementara itu, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin Willem Petrus Riwu menambahkan, untuk mengantisipasi lonjakan peningkatan impor kopi utamanya produk kopi instan dalam bentuk bubuk, Kemenperin telah memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) kopi instan secara wajib.
Hal ini diatur melalui Permenperin, yang juga bertujuan melindungi masyarakat dari produk olahan kopi bermutu rendah.
Willem mengatakan, pengembangan industri kopi nasional masih perlu ditingkatkan mengingat saat ini baru mampu menyerap sekitar 40 persen produksi kopi dalam negeri dan sisanya 60 persen masih diekspor.
"Indonesia adalah negara penghasil biji kopi terbesar ke-4 di dunia setelah Brasil, Vietnam dan Kolombia dengan produksi rata-rata sebesar 739 ribu ton per tahun atau sekitar 9 persen dari produksi kopi dunia," ujar dia.
Willem pun optimistis, kinerja industri pengolahan kopi dalam negeri akan mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan pertumbuhan kelas menengah dan perubahan gaya hidup masyarakat di Indonesia.
Data Kemenperin menunjukkan, konsumsi kopi masyarakat Indonesia baru mencapai 1,1 kg per kapita per tahun atau masih di bawah negara-negara pengimpor kopi seperti Amerika sebesar 4,3 kg, Jepang 3,4 kg, Austria 7,6 kg, Belgia 8,0 kg, Norwegia 10,6 Kg dan Finlandia 11,4 Kg per kapita per tahun.
"Untuk itu, kami juga terus melakukan kegiatan budaya minum kopi yang sudah mengakar kuat di masyarakat Indonesia," ujar dia. (Fik/Ahm)
Advertisement