Liputan6.com, Jakarta - Pernahkah Anda berpikir hasil kerja keras Anda tidak cukup optimal untuk mencapai tujuan jangka panjang Anda?
Padahal Anda sudah bekerja sangat keras selama 12 jam per hari, bahkan terkadang Anda turut bekerja di akhir pekan? Apabila Anda menjawab ya pada pertanyaan di atas, kemungkinan Anda sudah bekerja keras, namun aset yang Anda hasilkan tidak bekerja cukup keras atau bahkan tidak bekerja sama sekali.
Pada saat Anda merencanakan tujuan keuangan jangka panjang, Anda harus mempertimbangkan instrumen investasi konservatif kemungkinan tidak mampu melindungi Anda dari efek korosif dari inflasi.
Inflasi adalah indikator kenaikan harga barang-barang secara umum, dan seringkali tidak disadari oleh masyarakat dapat memberikan pengaruh terhadap nilai aset yang dimiliki.
Baca Juga
Hal ini seringkali disangkal oleh masyarakat, dengan persepsi dana yang mereka investasikan pada tabungan atau deposito tidak pernah berkurang dan senantiasa menghasilkan bunga setiap tahunnya. Demikian mengutip dari perusahaan aset manajemen, PT Ashmore Assets Management Indonesia, Senin (3/10/2016).
Berdasarkan data Bloomberg, selama 10 tahun terakhir, tingkat suku bunga deposito perbankan (tenor 1 bulan) rata-rata berada di level 7,1 persen per tahun. Sementara tingkat inflasi pada periode yang sama, rata-rata berada di level 7,8 persen per tahun.
Pada saat Anda hanya berfokus pada angka-angka ini, efek korosif dari inflasi hanya terlihat di atas kertas. Sebuah studi yang pernah kami lakukan menunjukkan pertumbuhan biaya pendidikan di Indonesia dalam 10 tahun terakhir mencapai 15 persen per tahun.
Jadi apabila Anda berinvestasi pada instrumen investasi konvensional seperti deposito, tujuan Anda untuk memberikan pendidikan di sekolah atau universitas terkemuka dapat tidak tercapai. Di sinilah efek korosif dari inflasi memberikan dampak secara riil.
Tentunya Anda sudah sering mendengar investasi mengandung risiko, atau imbal hasil yang tinggi akan diikuti oleh tingkat risiko yang tinggi. Hal-hal seperti ini yang seringkali mendorong calon investor batal berinvestasi dikarenakan kuatir kehilangan uang hasil kerja kerasnya.
Namun beberapa hal yang perlu diingat adalah, apakah ada imbal hasil yang tinggi yang memiliki risiko rendah? Apakah dengan tidak berinvestasi, hasil kerja keras Anda 100 persen aman? Kembali lagi pada topik efek korosif dari inflasi.
Pemahaman akan risiko investasi sangat penting, namun penyesuaian risiko dengan tujuan investasi merupakan hal yang jauh lebih penting.
Dalam mayoritas kultur di Indonesia, berbisnis atau berdagang dipandang sebagai hal yang memiliki risiko lebih rendah dari investasi di pasar keuangan. Namun hal ini tidak sepenuhnya benar.
Hanya karena Anda memiliki 100 persen kontrol terhadap pengelolaan uang Anda melalui bisnis atau usaha, tidak berarti Anda memiliki risiko yang lebih rendah dari investasi di pasar keuangan.
Risiko kehilangan pelanggan, perubahan kebijakan pemerintah, makro ekonomi adalah risiko-risiko yang tidak hilang meskipun Anda memiliki 100 persen kontrol terhadap usaha atau bisnis Anda.
Aset investasi di pasar modal sangat beragam dan memiliki berbagai profil risiko yang dapat disesuaikan.
Pasar uang, obligasi, dan saham adalah contoh berbagai instrumen investasi yang umum yang dapat ditemui di Indonesia. Di luar pasar modal, terdapat instrumen investasi lain seperti properti dan emas.
Namun berinvestasi, selain mempertimbangkan faktor risiko, harus mempertimbangkan faktor likuiditas.
Apakah untuk Anda yang berusia muda dan memiliki pengeluaran yang besar, cocok berinvestasi pada aset yang tidak rutin memberikan cash flow seperti emas? Hal ini tentunya harus menjadi pertimbangan.
Tujuan dari investasi, selain daripada mencapai target tertentu seperti misalnya pendidikan, dapat dikategorikan menjadi keamanan, penghasilan, dan pertumbuhan modal.
Untuk Anda yang memprioritaskan keamanan, Anda dapat mempertimbangkan investasi di pasar uang, seperti deposito dan obligasi pemerintah jangka pendek.
Namun kembali lagi, investasi ini hanya dapat memenuhi kebutuhan jangka pendek dan membutuhkan likuiditas tinggi, namun rentan terhadap inflasi.
Bagi Anda yang mementingkan penghasilan, Anda dapat meningkatkan profil risiko Anda dengan berinvestasi pada obligasi pemerintah yang memiliki jangka waktu lebih panjang, atau obligasi korporasi dengan rating risiko yang baik.
Namun untuk Anda yang memprioritaskan pertumbuhan modal, Anda dapat mempertimbangkan saham dengan memberikan toleransi risiko yang lebih tinggi dan jangka waktu yang lebih panjang.
Pemahaman dan karakter dari masing-masing aset di atas akan kami jabarkan pada edisi berikutnya.
Advertisement
Sebagaimana topik kami di atas, money isn’t everything, but happiness alone can’t keep out the rain. Mulailah berinvestasi semenjak dini dan biarkan uang Anda mendampingi Anda bekerja keras bersama dan mencapai tujuan jangka panjang Anda. (Ashmore Asset Management Indonesia/Ahm)