Liputan6.com, Jakarta Kenaikan cukai rokok rata-rata 10,54 persen di tahun depan akan mengerek harga rokok. Tak serta merta, pedagang akan menyesuaikan kenaikan harga rokok kretek filter dan rokok putih tersebut secara bertahap agar tidak membebani konsumen.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto ‎mengatakan, rokok kretek filter dan rokok putih sudah menyumbang inflasi September 2016 sebesar 0,22 persen. Masing-masing andil ke inflasi sebesar 0,02 persen dan 0,01 persen.
"Ini karena pedagang eceran sudah menaikkan harga rokok sejak isu rokok Rp 50 ribu per bungkus. Tapi kenyataannya cukai rokok naiknya rata-rata 10,54 persen," ujar Suhariyanto yang akrab disapa Kecuk di kantornya, Jakarta, Senin (3/10/2016).
Baca Juga
Menurut dia, kenaikan cukai rokok rata-rata 10,54 persen dan penetapan harga jual eceran sebesar 12,26 persen akan menyumbang inflasi cukup tinggi. Sayangnya, BPS belum menghitung seberapa besar dampak inflasinya dari kebijakan tersebut.
"Pengaruh kenaikan cukai tentu memberi andil ke inflasi ‎lumayan tinggi. Tapi kami belum melakukan estimasi berapa besarnya," tutur Kecuk.
Sementara itu, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menambahkan, harga rokok di September sudah mengalami kenaikan 1 persen, sehingga andil inflasinya 0,02 persen.
"Bobot rokok secara gabungan (kretek filter dan putih) 3,52 persen, hampir sama dengan beras terhadap inflasi," jelas dia.
Namun demikian, Sasmito mengungkapkan, pedagang eceran sangat lihai menaikkan harga rokok ‎sehingga tidak membebani konsumen.
Caranya, dengan menaikkan harga rokok secara bertahap dengan prosentase atau besaran yang tidak terlalu signifikan setiap bulan.
"Jadi disebar kenaikannya 10-12 bulan. Paling naiknya 1 persen atau beberapa persen di setiap bulan dari Rp 15.000 per bungkus misalnya jadi Rp 15.100 per bungkus, jadi kalau di total setahun bisa lebih dari 10 persen. ‎Konsumen tidak kerasa kan, dan supaya tidak kaget," dia menandaskan.
Advertisement