Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terus menggodok wacana Pajak Pertambahan Nilai (PPN) produk hasil tembakau alias rokok sebesar 10 persen di tahun depan. Kajian ini melibatkan seluruh stakeholder untuk meyakinkan bahwa kebijakan ini bukan pajak ganda.
"Itu (kenaikan PPN rokok) masih wacana. Dikonsultasikan dulu dengan semua stakeholder," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Suahasil Nazara saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (7/10/2016).
Baca Juga
Ia menegaskan bahwa pengenaan PPN rokok ini bukan pajak ganda. Untuk itu, mekanisme pungutan harus dipikirkan secara matang dan dilaksanakan secara benar yakni memajaki setiap nilai tambah baik dari sisi produksi sampai ke tangan konsumen.
"PPN itu harusnya pakai sistem pajak masukan dan pajak keluaran. Tarifnya 10 persen, dan semua barang yang lain juga seperti itu PPN-nya. Jika dilaksanakan dengan benar, maka tidak akan terjadi pajak berganda karena yang dipajaki efektifnya adalah nilai tambah yang terjadi di tiap proses produksi sampai barang itu dibeli konsumen," jelas Suahasil.
Dihubungi terpisah, Kepala Subdit Peraturan PPN Industri I Direktorat Jenderal Pajak Wahyu Winardi mengaku siap mendukung keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati terkait kenaikan PPN rokok dari 8,7 persen saat ini menjadi 10 persen yang rencananya tahun depan.
"Kewenangan mengenai subyek,obyek, dan tarif pajak ada pada BKF. Sedang dikaji di BKF bersama stakeholder karena memang ada rencana pungutan 10 persen, termasuk mekanisme atau sistem pungutan yang lebih simpel," terangnya.
Pada prinsipnya, kata Wahyu, Ditjen Pajak akan melaksanakan penerapan kebijakan tersebut jika memang sudah disepakati bersama.
"Ditjen Pajak siap mendukung bila penerapan PPN 10 persen (sesuai mekanisme pemungutan PPN) tersebut akan dipercepat dalam rangka memperluas basis pajak," jelas Wahyu.(Fik/Nrm)
Advertisement