Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menawarkan proyek pembangunan kereta semi cepat relasi Jakarta-Surabaya kepada Jepang. Penawaran ini disambut positif oleh pemerintah Jepang. Dalam tahap awal, Indonesia dan Jepang akan melakukan studi kelayakan (feasibility study) bersama untuk proyek kereta berkecepatan 200 km per jam tersebut pada 2017.
Dalam pembangunan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pun meminta kepada pihak Jepang untuk mendukung sepenuhnya masalah pendanaan. Ia berharap pembiayaan untuk proyek tersebut tidak melibatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sedikit pun.
"Biar swasta bisa masuk ke situ. Kami harapkan tidak ada APBN di situ," kata Budi Karya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (11/10/2016).
Advertisement
Baca Juga
Budi Karya mengaku, pemerintah lebih menerapkan Indonesia sentris. Dengan demikian, APBN bisa lebih fokus untuk pembangunan lainnya terutama pembangunan infrastruktur di Indonesia Timur dan peningkatan jaminan sosial bagi masyarakat.
Mengenai ketertarikan Jepang dalam pembangunan proyek kereta semi cepat, Budi Karya mengaku belum menerima pernyataan resmi mengenai kapan studi kelayakan itu akan berjalan.
"Kami secara internal juga akan mengkaji, tetapi kajian kami tidak akan lebih detail dari mereka. Mereka sudah punya pengalaman, jadi tunggu saja," papar dia.
Jepang mengaku siap untuk menjadi mitra Indonesia dalam pembangunan kereta dengan kecepatan sedang Jakarta-Surabaya tersebut. Kepastian ini didapat setelah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan ke Jepang.
Luhut mengaku Jepang cukup antusias menerima penawaran dari Indonesia mengenai pembangunan kereta kecepatan 200 km per jam ini. Di awal tahun depan, Jepang menawarkan ke Indonesia akan melakukan studi kelayakan (feasibility study).
"Kereta ini punya dampak ke ekonomi yang luar biasa. Kami berharap kalau boleh sih first quarter paling lambat second quarter 2017 bisa kita mulai," kata Luhut.
Luhut memperkirakan dana investasi untuk pembangunan proyek infrastruktur transportasi kereta semi cepat ini bisa mencapai US$ 2,5 miliar hingga US$ 3 miliar . Hanya saja Luhut belum bisa memastikan dengan skema pendanaan seperti apa proyek ini dibangun. (Yas/Gdn)