Liputan6.com, Jakarta Pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak pernah berencana mengenakan tarif tunggal bea materai. Materai Rp 3.000 dan Rp 6.000 dihapus, serta akan dijadikan satu tarif Rp 10.000. Namun hingga saat ini revisi Undang-undang (UU) Bea Materai yang mengusulkan kebijakan tersebut masih terbengkalai sejak 2015.
Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Arif Yanuar‎ mengungkapkan, ada usulan tarif bea materai naik dan ini sudah masuk Prolegnas 2015. Hanya saja pemerintah dan DPR sebelumnya sibuk menggolkan UU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) dan UU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty.
"Tarif bea materai masih diusulkan naik, tapi masih dibicarakan. Kalau memang dibahas tahun ini, mudah-mudahan tahun depan bisa berlaku walaupun tetap butuh waktu untuk percetakan yang memakan waktu 3 bulan," jelas Arif di Malang, seperti ditulis Sabtu (15/10/2016).
Advertisement
Mengenai rencana pemungutan tarif tunggal bea materai dan tarif ad valorem, Arif mengaku masih mengkajinya. Pengenaan tarif tunggal yakni menghapus materai Rp 3.000 dan Rp 6.000, lalu kemudian menetapkan satu tarif yang berlaku Rp 10.000. Sementara tarif ad valorem, yakni pajak bea materai yang dikenakan berdasarkan nilai sebuah‎ dokumen.
"Apakah dengan tarif tunggal bea materai tempel atau berdasarkan nilai transaksi, itu sedang dikaji. Apakah nantinya malah memberatkan atau memperumit," terangnya.
Menurutnya, kajian‎ tersebut dibutuhkan mengingat beberapa dokumen transaksi jual beli rumah masih menggunakan materai tempel. Sedangkan tarif ad valorem dikenakan berdasar 0,01 persen dari nilai transaksi, sehingga menjadi satu dokumen.
"Itu sedang dikaji administrasinya, memberatkan masyarakat atau tidak kan itu untuk dokumen tertentu saja, semisal jual beli saham, dan lainnya," kata Arif.