Liputan6.com, Jakarta Kementerian Agraria dan Tata Ruang berencana membentuk Tim Pemberantasan Mafia Tanah. Sebab praktik ini dinilai mengganggu kepastian hukum di sektor pertanahan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang yang juga menjabat Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN)Â Sofyan Djalil memastikan, instansinya akan terus membenahi sisi internal dan eksternal di sektor pertanahan.
Pembentukan tim sapu bersih mafia tanah, jelas dia, merupakan salah satu bentuk pembenahan eksternal yang dia maksudkan. Mafia tanah dinilai mengancam hukum pertanahan dan menghambat perekonomian sehingga diharapkan bisa memberikan kepastian investasi.
"Di samping itu reformasi internal yang kita lakukan, memperbaiki mekanisme dan mematuhinya. Ini bisa memberantas mafia tanah, yang mengancam kepastian hukum di sektor pertanahan, nanti akan keluar saber mafia tanah," kata Sofyan, dalam pemaparan 2 tahun Kinerja Pemerintahan Jokowi-JK, di Gedung Binagraha, Jakarta, Jumat (21/10/2016).
Sofyan mengungkapkan, tim tersebut akan mengejar mafia tanah yang selama ini banyak mengambil keuntungan dari masyarakat. Selain itu, ‎percepatan pendaftaran sertifikat tanah bisa mengurangi ruang gerak mafia tanah, karena kepemilikan tanah menjadi jelas.
"Tim sapu bersih mafia tanah ini sudah diawali task force di internal, dan bisa ditingkatkan lagi. Saya berharap percepat pendaftaran sertifikasi, yang kedua adalah tidak hak lama bergentayangan, dan mencegah mengejar mafia, banyak berbagai kota, ini harus segera diketahui, kepastian hukum sangat penting bagi kenyamanan investasi," tegas dia.
Sofyan mengatakan, penerbitan sertifikasi tanah terus meningkat dari awal pemerintahan Jokowi-JK 2016. Jumlahnya mencapai 846 ribu bidang menjadi 912 ribu bidang pada 2015, dan meningkat kembali menjadi 1,7 juta.
Dia mengatakan, penerbitan sertifikasi itu juga berlaku untuk masyarakat kecil, seperti usaha kecil menengah (UKM) dan nelayan, dengan begitu dapat meningkatkan aset permodalan usaha.
"Ternyata program ini memiliki impact besar bagi orang kecil, karena tanah yang tidak memiliki sertifikat sebagai ideal aset, dan setelah itu menjadi aset permodalan," ucap Sofyan.
Menurut Sofyan, bidang tanah yang bersertifikat akan terus meningkat, ‎menjadi 5 juta bidang dan pada 2019 menjadi 23 juta-25 juta tanah yang memiliki sertifikat. Dengan begitu, tanah di Indonesia semakin jelas statusnya.
‎"Sampai saat ini, tanah yang terdaftar sudah 44 persen, Presiden memerintahkan percepat di 2025 sudah tersertifikat, paling tidak sudah terdaftar, agar diketahui statusnya," tutup Sofyan.