Liputan6.com, New York - Harga minyak jatuh di tengah keraguan langkah OPEC untuk memotong produksi akan berlanjut setelah Irak mengisyaratkan ingin dikecualikan dari perjanjian tersebut.
Melansir laman Wall Street Journal, Selasa (25/10/2016), harga minyak mentah jenis light sweet untuk pengiriman Desember ditutup turun 33 sen atau 0,6 persen menjadi US$ 50,52 per barel di New York Mercantile Exchange.
Harga minyak AS hampir jatuh ke posisi terendah US$ 49,62 per barel sebelum rebound sepanjang siang.
Sementara Brent, patokan global, turun 32 sen atau 0,6 persen menjadi US$ 51,46 per barel.
Advertisement
Baca Juga
Harga minyak turun usai pejabat minyak Irak mengatakan mereka tidak akan kembali dalam usulan pengurangan output, yang saat ini berada pada 4,77 juta barel per hari.
Irak merupakan anggota terbesar kedua penghasil minyak dalam OPEC setelah Saudi Arabia, yang membuat komitmen untuk memotong produksi minyaknya.
"Pergeseran (keinginan) oleh produsen terbesar kedua OPEC ini bisa menjadi deal breaker," kata Tim Evans, analis di Citi Futures Perspective di New York.
Anggota OPEC Iran, Libya dan Nigeria sudah diperkirakan akan dibebaskan dari kesepakatan itu. Sementara Rusia juga kemungkinan akan bergabung tindakan untuk mengekang produksi.
"Ada risiko bahwa penolakan Irak bisa memicu efek domino bahwa produsen lain akan meminta untuk dibebaskan dari pemotongan juga," kata Gao Jian, analis energi SCI Internasional.
Di sisi lain, Enterprise Products Partners mengumumkan terjadinya kebocoran di Seaway Pipeline, yang membawa 400 ribu barel minyak per hari ke Pantai Teluk dari Cushing, Oklahoma yakni Hub untuk minyak AS.
Beberapa mengkhawatirkan kondisi cadangan pasokan minyak dan menyebabkan harga AS jatuh lebih jauh daripada harga internasional.
Harga minyak juga berada di bawah tekanan karena jumlah rig minyak aktif di AS terus naik. Pekan lalu, jumlah minyak rig naik 11 ke 443, menurut perusahaan jasa ladang minyak Baker Hughes Inc.