Sukses

Menteri Susi Siap Bantu Sri Mulyani Kejar Penerimaan dari Mutiara

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan, impor mutiara Hong Kong dari Indonesia senilai US$ 49,8 juta.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan besarnya potensi di sektor kelautan dan perikanan, khususnya pada komoditas mutiara. Sayangnya, potensi ini belum tercatat seluruhnya ke pendapatan negara.

Susi menegaskan, mutiara menjadi sasaran empuk praktik ekspor ilegal. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan, impor mutiara Hong Kong dari Indonesia senilai US$ 49,8 juta pada 2014.

Realisasi tersebut berbanding jauh dengan catatan ekspor Indonesia ke negara tersebut. Pada 2015, Hong Kong mengimpor mutiara dari Indonesia senilai US$ 34,2 juta. Ironisnya, data ekspor mutiara dari Indonesia ke negara tersebut mencatat hanya US$ 1 juta saja.

"Bisa dilihat betapa jauhnya angka penerimaan Hong Kong yang mereka catat, dengan ekspor kita. Ini baru satu negara, saya belum dapat negara lain," ungkap Susi.

Menteri Susi mengakui, sepanjang dua tahun ini, kinerja KKP masih fokus melakukan pemberantasan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing).

"Jadi ke depan pendapatan pajak serta pengelolaan perusahaan terutama dari sektor mutiara akan dikawal lebih baik," tegasnya.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyebut, penerimaan negara dari sektor kelautan masih rendah. Sebab, masih banyak perusahaan perikanan dan mutiara yang tidak bayar pajak akibat kurangnya upaya pemerintah dalam menata sektor tersebut.

Oleh karenanya, Sri Mulyani meminta Ditjen Bea dan Cukai bekerjasama dengan KKP guna menertibkan perusahaan-perusahaan tersebut dalam membayar pajak.

"Kami minta dukungannya kepada Ibu Susi untuk memberikan informasi perusahaan yang bergerak di bidang perikanan dan mutiara, karena bidang ini luar biasa ekonominya tapi penerimaan (pajak) ke negara tidak ada," harapnya.

Seperti diketahui, target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada APBN 2017 sebesar Rp 250 miliar. Patokan ini naik Rp 9,7 triliun dari sebelumnya Rp 240,4 miliar di RAPBN 2017. Sedangkan realisasinya di APBN-P 2016 sebesar Rp 245,1 miliar. (Fik/Gdn)