Sukses

Menhub Harus Benahi Moda Transportasi Darat di Perbatasan

Bus-bus yang dioperasikan di wilayah perbatasan harus memiliki kualitas yang lebih baik.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) telah menjalankan pemerintahannya selama dua tahun. Dalam dua tahun itu, pembangunan infrastruktur wilayah perbatasan mulai gencar dilakukan.

Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengungkapkan, gencarnya pembangunan infrastruktur di wilayah perbatasan itu harus diimbangi dengan pengadaan transportasi-transportasi darat perintis.

"Kalau infrastruktur sudah terbangun di perbatasan berikutnya apa, itu harus ada bus perintis, ini yang harus disediakan Kementerian Perhubungan. Karena tanpa itu percuma," kata Djoko saat berbincang dengan Liputan6.com, Sabtu (29/10/2016).

‎Dengan adanya moda transportasi perintis tersebut diharapkan ekonomi di wilayah yang bersangkutan juga akan bangkit. Dirinya mengaku tidak masalah jika Kemenhub memberikan subsidi bagi bus-bus yang beroperasi di wilayah perbatasan itu.

Dia mencatatkan bus-bus yang dioperasikan di wilayah perbatasan tersebut juga harus memiliki kualitas yang lebih baik. "Ya sekarang itu banyak bus-bus yang sudah tua usianya, ini harus diperbarui," tegas dia.

Djoko meyakini pembangunan transportasi laut, kereta api dan udara, dalam dua tahun ini sudah berjalan dengan baik. Namun di sektor transportasi darat masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Menhub Budi Karya.

Sebelumnya pada 19 Mei 2016 lalu, Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan bahwa pihaknya akan mempercepat pengembangan sembilan kawasan perbatasan. Untuk mempercepat pembangunan kawasan perbatasan itu, Kementerian PUPR berkoordinasi dengan Kementerian Desa Tertinggal dan Transmigrasi. 

Sembilan kawasan perbatasan itu yakni kawasan Aruk di Kabupaten Sambas, Entikong di Sanggau, Sebatik Tengah di Nunukan, Long Apari di Mahakam Hulu, Nanga Badau di Kapuas Hulu, Motamasin di Kab. Malaka, Motaain di Belu, Wini di Timur Tengah Utara dan Skouw di Jayapura.

Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian PUPR Hermanto Dardak, mengungkapkan untuk mempercepat pembangunan kawasan perbatasan ini, pemerintah akan bekerjasama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KemendesPDTT).

“Pintu-pintu perbatasan yang akan didukung adalah pembangunan pintu perbatasan Aruk, Entikong dengan pintu lintas batas yang dibangun empat lapis beserta jalan akses dan pintu perbatasan Sebatik Tengah di Nunukan dengan penataan pintu lintas batas beserta jalan aksesnya,” jelas Dardak.

Dalam membangun infrastruktur di wilayah perbatasan, pulau-pulau terkecil dan daerah tertinggal, menurut Dardak saat ini Kementerian PUPR melakukan perencanaan dan pemrograman berbasis 35 Wilayah Pengembangan Strategis (WPS).

Untuk pulau-pulau kecil terluar ini, masuk dalam WPS 35, sementara untuk 3 kawasan yang berbatasan langsung (darat) dengan negara lain terbagi di 3 WPS yaitu WPS 19 (Kupang-Atambua) yang berbatasan dengan Timor Leste, WPS 21 (Temajuk-Sebatik) yang berbatasan dengan Malaysia, dan WPS 34 (Jayapura-Merauke) yang berbatasan dengan Papua Nugini.

"Saat ini PUPR melakukan keterpaduan infrastruktur terhadap pengembangan 10 Pusat Kawasan Strategis Nasional atau PKSN perbatasan, 40 Kawasan Perdesaaan Prioritas Nasional atau KPPN dan 48 Kota Terpadu Mandiri atau KTM, hingga tahun 2019,” tutur Dardak. (Yas/Gdn)