Liputan6.com, Jakarta - Buruh DKI Jakarta tergabung dalam Gerakan Buruh Jakarta (GBJ) ingin memasukkan pulsa dalam komponen hidup layak (KHL). KHL merupakan acuan dalam penentuan upah minimum provinsi (UMP).
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Warnosalam mengatakan, dengan memasukkan pulsa dan kebutuhan lainnya maka jumlah KHL yang diinginkan buruh menjadi 84 item. Namun, hal itu tidak mendapat persetujuan sehingga jumlah KHL yang diajukan hanya 60 item.
Baca Juga
"Jadi ketika kita survei KHL berdasarkan elemen yang ditentukan aturan, survei sabun berapa, kopi berapa, sehingga menghasilkan KHL 60 item. Itupun masih sangat minim, yang kita mau 84 seperti pulsa, gesper dan seterusnya itu belum masuk, pemerintah belum mau," ujar dia kepada Liputan6.com seperti ditulis di Jakarta, Minggu (30/10/2016).
Dia menerangkan, dengan 60 item itu maka KHL untuk buruh sebesar Rp 3.491.607. Sementara jika mengacu Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003, lanjut dia, maka besaran UMP 2017 menjadi Rp 3.831.690.
"Nah rumus kenaikan di UU Nomor 13 kan dikalikan pertumbuhan ekonomi, inflasi kan gitu kan KHL ketemunya Rp 3,8 juta," terang dia.
Sayangnya, keinginan untuk menerima UMP sebesar Rp 3,8 juta akhirnya kandas. Pasalnya, pemerintah telah menetapkan upah dengan formula baru yaitu Peraturan Pemerintah (PP) 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Jelas saja, hal tersebut membuat buruh kecewa lantaran formula ini dianggap sebagai upaya untuk menerapkan rezim upah murah.
"Tapi pemerintah enggak mau, maunya PP 78. Ada apa sih? Itu sudah kepentingan politik," keluh dia.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menetapkan besaran UMP 2017 sebesar‎ Rp 3.355.750. Angka ini naik 8,25 persen dari UMP 2016 yang sebesar Rp 3,1 juta.
Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta dari unsur pengusaha Sarman Simanjorang mengatakan, penetapan UMP tersebut telah sesuai dengan ketentuan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dalam PP ini, perhitungan kenaikan upah minimum berdasarkan ‎tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
"Sudah (ditetapkan), sesuai dengan PP 78 Tahun 2015 sebesar Rp 3.355.750," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.
Advertisement