Liputan6.com, Jakarta - Jika dibubarkan, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menginginkan agar lembaga penggantinya nanti memiliki struktur organisasi yang sama dengan SKKÂ Migas saat ini.Â
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan, merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK), bentuk lembaga pengganti SKK Migas adalah Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMNK). Dengan bentuk tersebut, pengganti SKK Migas akan bisa mendapat konsesi dari pemerintah dalam mengelola wilayah kerja migas dan bisa bekerja sama dengan investor.
"Bentuknya badan usaha khusus, mengikuti amar MK. Jadi nanti bisa menerima konsesi dari pemerintah dan bisa menjalin kerja sama dengan investor," kata Amien, seperti yang dikutip Rabu (2/11/2016).
Advertisement
Meski bentuk kelembagaan berbeda dengan SKK Migas saat ini, Amien menginginkan struktur organisasi yang ada saat ini tidak berubah. Pasalnya, masih banyak hal yang perlu diselesaikan dan akan menghabiskan banyak energi dan pemikiran jika hanya memikirkan struktur organisasi.
Baca Juga
"Struktur organisasi sebaiknya tidak terlalu berubah dibanding sekarang. Untuk apa menghabiskan energi banyak untuk kerepotan mengubah organisasi yang besar. Masalah lain yang lebih besar jauh lebih banyak," tutur dia.
Menurut Amien, yang perlu dipikirkan lebih detail seharusnya adalah permasalahan yang selama ini menghambat pengembangan hulu migas, seperti pembebasan lahan dan perizinan. Kedua hal tersebut membutuhkan energi besar untuk diselesaikan.
Selain itu insentif untuk investor  juga harus dipikirkan. Hal ini dinilainya perlu, untuk meningkatkan gairah kegiatan hulu migas yang saat ini lesu.
"Menanggulangi sifat kompetitif Indonesia, misalnya. Mengurangi disinsentif untuk mengurangi cost factor seperti perizinan, pembebasan lahan, itu jauh butuh energi lebih besar. Daripada bikin organisasi bagus, mending energi dipersiapkan untuk itu. Ketiga, karena kita butuh produksi, harus eksplorasi. Kita harus narik investor dan tidak ragu-ragu memberikan insentif," tutup Amien.
Sebelumnya Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menegaskan pemerintah sedang mencari bentuk lembaga pengganti satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Arcandra menuturkan, kondisi usaha migas dalam beberapa tahun terakhir sangat rendah. Hal itu tidak hanya dipengaruhi faktor eksternal atas penurunan harga minyak dunia,tetapi juga internal.
Salah satunya belum ada lembaga definitif setelah Badan Pengatur Kegiatan Hulu Migas (BP Migas) dibubarkan Mahkamah Konstitusi (MK). Ada pun, SKK Migas yang dibentuk untuk gantikan peran BP Migas hanya bersifat sementara.
"Sektor hulu migas pasca-putusan MK sampai sekarang belum ada pengaturan definitif terkait tata kelola migas di sektor hulu yang bisa menjawab hal yang diputuskan MK," kata Arcandra, dalam Rakernas Kadin, bidang energi, di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (1/11/2016).
Arcandra menuturkan, perbaikan tata kelola hulu sedang dilakukan yaitu memikirkan lembaga pengganti SKK Migas ke depannya. Berdasarkan putusan MK pembentukan lembaga pengganti SKK Migas harus berpedoman pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Dia menyebutkan, ada dua pilihan bentuk lembaga pengganti SKK Migas, yaitu di bawah PT Pertamina (Persero) atau terpisah dari Pertamina. Keduanya sudah ada contoh di negara lain.
"National oil company harus diperkuat. Apakah SKK Migas ada di bawah Pertamina atau dipisah. Kedua model ini ada di dunia,"‎ ujar Arcandra. (Pew/Gdn)