Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan ‎terjadi lonjakan volume transaksi kartu kredit sebesar 25,7 persen sepanjang kuartal III-2016. Peningkatan ini ikut mendorong konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,01 persen (yoy) sehingga mengerek ekonomi nasional bertumbuh 5,02 persen di kuartal III ini.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, pertumbuhan ekonomi 5,02 persen di kuartal III-2016 dikontribusi dari sektor jasa keuangan dan asuransi yang bertumbuh 8,83 persen seiring total kredit yang naik 6,85 persen serta pendapatan operasional bunga ‎lainnya 15,6 persen.
"Volume transaksi kartu kredit naik 25,7 persen sepanjang kuartal III-2016. Pertumbuhan permintaan kredit baru dan penyaluran dana pihak ketiga merupakan pendorong pertumbuhan lapangan usaha jasa keuangan dan asuransi," katanya di Jakarta, seperti ditulis Selasa (8/11/2016).
Baca Juga
‎Peningkatan penggunaan kartu kredit di kuartal III, lanjut Suhariyanto, memacu konsumsi rumah tangga tumbuh 5,01 persen (yoy). Sementara kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 55,32 persen.
‎Direktur Neraca Pengeluaran BPS, Sri Soelistyowati, mengatakan kenaikan volume transaksi dari kartu kredit tersebut lebih banyak untuk konsumsi sehingga mengatrol pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
"Lebih banyak untuk konsumsi jadi pertumbuhan konsumsi rumah tangga‎ masih naik karena salah satu sumber pembiayaan. Kalau mau belanja tidak punya duit, masih bisa pakai kartu kredit dulu," ujarnya.
Menurutnya, masyarakat tidak terpengaruh dengan isu wajib lapor perbankan kepada DJP untuk nasabah kartu kredit. Meski awalnya lebih berhati-hati belanja, saat ini masyarakat mulai berani kembali menggunakannya karena bukan transaksi kartu kredit yang dikenakan pajaknya.
"Katakanlah konsumsi Rp 5 juta, berarti saya punya pendapatan paling tidak Rp 5 juta. Nah itu harusnya kena pajak tapi selama ini orang itu tidak kena pajak. ‎Jadi yang dikejar pajak bukan bukan kartu kreditnya," terangnya.
Sri mengaku, masyarakat banyak menggunakan kartu kredit karena kebijakan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) naik menjadi Rp 4,5 juta per bulan. "Orang berani belanja lebih dari transaksi berapa jadi berapa juta karena PTKP naik. Jadi orang ‎berani ngambil kredit lebih," jelas Sri.
Dirinya berharap, momen Natal dan Tahun Baru akan terus mengerek konsumsi rumah tangga. Pekerja, sambung Sri akan memperoleh bonus dari perusahaan sehingga mendorong konsumsi naik sejalan dengan terkendalinya inflasi.
"Mungkin di kuartal IV, orang akan jalan-jalan ke luar negeri jadi pengeluarannya naik. Kalau di kuartal III kan orang Indonesia yang jalan ke luar negeri berkurang karena puasa dan Lebaran, jadi lebih senang kumpul dengan keluarga," pungkas Sri. (Fik/Nrm)