Liputan6.com, Jakarta - Secara mengejutkan, calon presiden dari partai republik Donald Trump memperoleh keuntungan suara dalam pemilihan presiden 2016.
Berdasarkan hasil perhitungan CNN, Donald Trump memenangkan pemilihan dengan hasil perolehan electoral vote sebanyak 288, mengalahkan Hillary yang mendapatkan 215 suara. Hal itu mengejutkan pelaku pasar global. Bursa Asia alami tekanan pada perdagangan Rabu pekan ini.
Indeks saham Jepang Nikkei melemah sekitar 5,36 persen ke level 16.251,54. Indeks saham Hong Kong Hang Seng tergelincir 2,16 persen ke level 22.415,19.
Indeks saham Korea Selatan Kospi melemah 2,25 persen ke level 1.958,38, indeks saham Shanghai merosot 0,62 persen ke level 3.128,37, indeks saham Singapura tergelincir 1,08 persen ke level 2.789,88.
Baca Juga
Di bursa Eropa, indeks saham Stoxx Europe melemah satu persen ke level 331,45. Indeks saham berjangka Amerika Serikat (AS) pun tertekan. Indeks saham Dow Jones berjangka turun sekitar 800 poin atau 4,4 persen.
Akan tetapi, hal ini berbeda dengan harga emas. Investor mengalihkan asetnya ke investasi aman seperti emas lantaran bursa saham tertekan. Harga emas untuk pengiriman Desember naik 3,2 persen menjadi US$ 1.315,60 per ounce pada awal perdagangan.
Sejumlah pihak menilai Donald Trump memenangkan suara dalam pemilihan presiden AS mengejutkan. Lantaran pasar sudah mengantisipasi kemenangan dari calon presiden dari partai Demokrat Hillary Clinton.
Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI) Samsul Hidayat menuturkan, kemenangan Donald Trump mengejutkan lantaran sangat sedikit yang memprediksi Donald Trump menang. Hal ini akan membuat pasar saham terkejut sementara. "Ini akan membuat banyak penyesuaian karena tidak banyak yang memprediksi hal tersebut," ujar Samsul saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (9/11/2016).
Ekonom pun memperkirakan, dampak kemenangan pilpres AS oleh Donald Trump berdampak jangka pendek ke pasar keuangan. Hal itu mengingat kemenangan Donald Trump di luar dugaan. "Secara sementara volatilitas tinggi dalam dua hingga tiga hari ini. Ini terlihat dari emerging market melemah," kata Ekonom BCA David Sumual.
Hal senada dikatakan Ekonom Kenta Institute Erick Alexander. Dalam jangka pendek, bursa saham, mata uang dan dan pasar obligasi bereaksi negatif terhadap kemenangan Trump. Apalagi pasar sebelumnya sudah mengantisipasi kemenangan calon presiden partai Demokrat Hillary Clinton."Dalam beberapa hari underpressure tetapi dalam perjalanannya ada kenaikan," ujar dia.
Erick menuturkan, Donald Trump yang menang jadi presiden AS dikhawatirkan karena kebijakan proteksionismenya. Apalagi bagi negara yang tujuan ekspornya ke AS maka terkena dampaknya. "Ekspor kita ke Amerika Serikat juga ada selain China. Kalau China terpukul maka kita juga kena dampaknya dari dua sisi," kata Erick.
Akan tetapi, menurut Erick hal tersebut juga masih menunggu realisasi bagaimana kebijakan awal dari pemerintahan Donald Trump ke depan. "Kalau dari fundamental dan sektor riil maka tunggu pelantikan presiden AS dan kebijakan awalnya," ujar Erick.
David menilai, global juga khawatir dengan kebijakan Donald Trump termasuk soal anti perdagangan internasional dan kenaikan tarif produk China. Kebijakan Donald Trump dinilai akan membuat ekonomi global makin lesu. Meski demikian, David senada dengan Erick, kalau saat ini menunggu bagaimana realisasi soal janji-janji Donald Trump saat kampanye. "Itu janji-janji kampanye bisa saja berbeda," kata dia.
David juga menilai, kawasan Asia lebih diuntungkan kondisinya sekarang. Lantaran ekonomi Asia masih dapat mencatatkan pertumbuhan ketimbang Eropa masih dibayangi perlambatan ekonomi.
Advertisement
The Fed Jadi Fokus
Usai pemilihan presiden AS selesai, Erick menuturkan pelaku pasar akan fokus terhadap rencana bank sentral AS atau the Federal Reserve. The Federal Reserve diperkirakan lakukan pertemuan pada minggu kedua dan ketiga Desember 2016. Erick memperkirakan, bila ekonomi AS membaik maka ada peluang the Federal Reserve mendongkrak suku bunga. Kenaikan suku bunga the Federal Reserve itu juga akan mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Rupiah akan bergerak di kisaran 13.200-13.300 hingga akhir tahun 2016 kalau the Fed menaikkan suku bunga," kata Erick.
Erick menambahkan, pelaksanaan pengampunan pajak atau tax amnesty diharapkan dapat menopang pergerakan nilai tukar rupiah hingga akhir tahun.