Liputan6.com, Jakarta - Harga emas diproyeksi meningkat seiring dengan terpilihnya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Lantaran terpilihnya Donald Trump dianggap sebagai sesuatu yang tidak terduga seperti halnya Inggris yang keluar dari Uni Eropa atau disebut Brexit. Katalis itu menimbulkan ketidakpastian pasar.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, harga emas juga berpeluang kembali menguat apabila The Federal Reserve (The Fed) menunda kenaikan suku bunga.
Ketidakpastian pasar membuat para investor mencari instrumen investasi yang aman untuk menempatkan dananya.
Baca Juga
"Habis ini pasar fokus ke kenaikan suku bunga. Orang banyak menganggap kalau Republik menguasai pemerintah, parlemen itu bisa jadi The Fed akan menunda kenaikan suku bunga. Itu mendorong kenaikan emas ke depan," jelas dia kepada Liputan6.com, Kamis (10/11/2016).
Dia mengatakan, jika hal tersebut terjadi maka harga emas diperkirakan menyentuh kisaran US$ 1.300 sampai US$ 1.350 per ounce sampai akhir tahun.
"Sekarang kesempatan emas US$ 1.300-US$ 1.350 per ounce, kalau The Fed benar-benar tidak jadi menaikan suku bunga. Komoditas melesat lagi menuju area US$ 1.350," ungkap dia.
Sebaliknya, jika The Fed menaikan suku bunga maka harga emas cenderung stabil. Lantaran pasar menginginkan kenaikan suku bunga segera terealisasi.
"Sekarang ekspektasi pasar memang akan naik, berarti sesuai akan stabil di US$ 1.300 sekitara angka US$ 1290-an per ounce. Tidak ada yang mengejutkan itu," tutur dia.
Advertisement