Sukses

Peringkat Logistik RI Kalah dari Kenya

Indonesia perlu cepat bangun infrastruktur logistik agar tekan biaya logistik.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berambisi membangun infrastruktur dengan total kebutuhan investasi sekitar Rp 5.000 triliun hingga 2019.

Salah satu tujuannya untuk meningkatkan Indeks Performance Logistik di Indonesia yang tahun ini berada di peringkat 63 atau turun 10 peringkat dari posisi dua tahun sebelumnya 53, berdasarkan laporan Bank Dunia.

‎Asisten Deputi Pengembangan Logistik Nasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Erwin Raza mengungkapkan, Bank Dunia setiap dua tahunan melaporkan peringkat logistik Indonesia di posisi 63. Skor yang menurun di persoalan bea cukai, infrastruktur, dan penyedia dan pelaku jasa logistik.

"Peringkat logistik kita turun 10 tingkat dari posisi 53 di 2014. Ini gambaran menyedihkan sekaligus tantangan bersama kita memperbaikinya, karena masalah infrastruktur dan bea cukai adalah persoalan pemerintah," ujar Erwin di acara Indonesia Constreuction Market Outlook 2017 di JCC, Kamis (10/11/2016).

Paling menyedihkan, Ia mengatakan, peringkat Indonesia ini digeser negara-negara berkembang, bahkan ‎negara miskin seperti Kenya yang berada di posisi 42. Sementara indeks logistik Oman 48, Mesir 49, Boshwana 57, dan Rwanda 62. Dibanding Singapura di peringkat 5, Thailand 45, dan Malaysia 32, peringkat logistik Indonesia sangat jauh tertinggal.

"Bukannya tidak kita perbaiki peringkat logistik, tapi negara lain lebih kencang. Pak Jokowi sekarang genjot bangun infrastruktur, tapi nyatanya negara lain lebih cepat," kata Erwin.

Kondisi tersebut membuat ongkos logistik di Indonesia mahal. Dia menuturkan, dari data Institut Teknologi Bandung, biaya logistik di Indonesia 23,62 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) di 2015. Sementara Malaysia hanya 16 persen dari PDB, Thailand 16-17 persen, dan Singapura sembilan persen terhadap PDB.

"Jadi kita tidak bisa nunggu lagi, ‎kita harus gerak cepat membangun infrastruktur logistik, seperti Pusat Logistik Berikat (PLB) sebagai supermarket logistik di Indonesia. Jadi tidak perlu simpan lagi di Malaysia dan Singapura, yang bikin untung negara itu. Biaya logistik dan produksi pun turun," jelas dia.

‎Langkah lain, Erwin mengakui, membangun dua pelabuhan hub laut di Bitung dan Kuala Tanjung. Pembangunan pelabuhan Kali Bary, pengoperasian short sea shipping Pantai Utara Jawa, peningkatan peran kargo kereta api di Jawa dan Sumatera, peningkatan kapal perintis dan nasional di kawasan Timur Indonesia.

"‎Kita ingin transportasi laut sebagai tulang punggung sistem logistik nasional. Supaya kita tidak bergantung terus pada Singapura dan Malaysia yang selama ini jadi hub kita, termasuk mengembangkan infrastruktur logistik, benahi rantai pasok kebutuhan pokok, pengembangan SDM, penerapan IT, serta harmonisasi regulasi dan kebijakan," ujar dia. (Fik/Ahm)