Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah dunia turun menyentuh ke posisi intraday terendah dalam tiga bulan, terpicu sentimen Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) bakal ikut mempengaruhi kondisi pasokan minyak.
Melansir laman Wall Street Journal, Selasa (15/11/2016), harga minyak mentah jenis light sweet untuk pengiriman Desember ditutup turun 9 sen, atau 0,2 persen menjadi US$ 43,32 per barel di New York Mercantile Exchange. Ini menjadi penutupan terendah sejak 19 September.
Harga minyak AS sempat jatuh ke level US$ 42,20 per barel, harga intraday terendah sejak pertengahan Agustus, sebelum rebound sepanjang siang.
Sementara Brent, patokan minyak global, turun 32 sen, atau 0,7 persen ke posisi US$ 44,43 per barel. Harga ini merupakan yang terendah sejak 10 Agustus.
Advertisement
Baca Juga
"Kondisi yang terjadi terpicu langkah dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak," kata para analis.
Kebanyakan tetap sangat skeptis bahwa OPEC dapat memotong produksi antara 32,5 juta dan 33 juta barel per hari, seperti rencana mereka pada akhir September.
Buktinya, beberapa negara anggota dan sekutu OPEC yakni Rusia justru mengalami peningkatan produksi secara dramatis hanya dalam waktu kurang dari dua bulan sejak saat itu.
Ini menunjukkan bagaimana terjadinya persaingan yang agresif dan ketergantungan pendapatan negara-negara tersebut dari minyak yang merusak peluang kerjasama yang telah berulang kali dilontarkan guna mengangkat harga minyak dari posisi terendah sepanjang 2016, menurut para analis.
"Ini pada akhirnya hanya narasi saja. Akhirnya, tidak ada yang percaya OPEC akan melakukannya bersama-sama," kata Stephen Schork, Editor Publikasi Perdagangan Energi Schork Report.
OPEC melaporkan output naik menjadi 33.640.000 barel per hari (bph) di bulan lalu, naik 240.000 barel per hari dari September.
Kondisi ini menyebabkan terjadi kelebihan pasokan di pasar global mencapai 950 ribu barel per hari. Ini berarti bahwa OPEC harus memotong produksi yang lebih tinggi sebagai upaya mewujudkan rencananya.
Pengamat pasar lainnya percaya bahwa OPEC harus meninggalkan janjinya untuk memotong produksi. Sebab usulan pemotongan produksi hampir mustahil untuk terjadi.
Bjarne Schieldrop, analis komoditas SEB Bank Swedia, mengatakan harga minyak yang lebih rendah berarti bahwa OPEC telah menciptakan lebih banyak permintaan pada minyak.
Menurut dia, dengan melihat kondisi Libya dan Nigeria bakal mendorong tambahan volume yang signifikan ke pasar, akan lebih masuk akal untuk menunda pemotongan apapun untuk saat ini.