Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) diperkirakan menahan suku bunga acuan atau 7 day reverse repo rate di 4,75 persen hingga kuartal I 2017. Hal itu dipengaruhi sentimen global seperti suku bunga global cenderung naik dan kebijakan pemerintahan Donald Trump.
Ekonom BCA David Sumual menuturkan, peluang BI menurunkan suku bunga acuan tahun depan cukup sulit. Hal itu mengingat suku bunga global cenderung naik. Apalagi Donald Trump yang memenangkan suara dalam pemilihan presiden pernah menyatakan ingin mendorong bisnis dan meningkatkan pembangunan infrastruktur.
Dengan kebijakan Donald Trump tersebut dapat mendongkrak inflasi. Hal itu akan mendorong harapan bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve akan menaikkan suku bunga.
Advertisement
Baca Juga
Dari dalam negeri, diperkirakan inflasi sekitar empat persen pada tahun depan. David menilai, kenaikan inflasi juga didorong dari harga komoditas yang menguat dan pemerintah menaikkan tarif listrik pada 2017. "Tahun depan sudah sulit (menurunkan suku bunga)," ujar David saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (18/11/2016).
Hal senada dikatakan Ekonom Bahana Securities Fakhrul Fulvian. BI akan menahan suku bunga hingga kuartal I 2017. Ini dilakukan untuk stabilisasi pasar setelah melihat volatilitas yang terjadi di pasar saat ini.
"Ruang bagi pelonggaran moneter mungkin akan terbuka pada kuartal II setelah pergerakan ekonomi Amerika Serikat dan kebijakan presiden terpilih lebih jelas," ujar Fakhrul.
Bank Indonesia telah memutuskan mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-day RR Rate) di level 4,75 persen. Selain itu, RDG BI juga memutuskan tidak mengubah Deposit Facility dan Lending Facitility, masing-masing di posisi empat persen dan 5,5 persen.
Gubernur BI Agus Martowardojo menuturkan, kebijakan itu sebagai langkah kehati-hatian BI dalam merespons meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global usai pemilu AS.
David menuturkan, langkah BI pertahankan suku bunga sudah sesuai harapan. Hal itu mengingat kondisi volatilitas seiring ada harapan inflasi naik usai kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS 2016. Selain itu, mayoritas kongres AS yang didominasi partai Republik akan mudah bagi pemerintahan Donald Trump ke depannya.
"Ekspektasi suku bunga dunia naik. Juga bunga surat utang negara (SUN) sudah naik dan pertumbuhan ekonomi lebih cepat ke depannya menjadi pertimbangan BI ditambah volatilitas yang terjadi," kata dia.
Lebih lanjut ia mengatakan, sentimen global akan lebih dominasi sehingga BI tetap menahan suku bunga hingga akhir 2016. "Isu the Federal Reserve akan menaikkan suku bunga pada Desember juga menjadi pertimbangan Bank Indonesia untuk pertahankan suku bunga," ujar dia.
Fakhrul menuturkan, BI akan lebih fokus pada stabilitas nilai tukar rupiah, selama terjadinya turbulensi pasar usai kemenangan Donald Trump sebagai presiden AS.
"Dengan melihat pasar keuangan kita yang sensitif terhadap kondisi pasar global adalah sangat penting untuk segera memperkaya instrumen keuangan di dalam negeri, dan meningkatkan volume transaksi di pasar uang sehingga saat terjadi turbulensi di pasar keuangan, kestabilan akan lebih terjaga," kata dia.
BI juga menilai dengan pelonggaran moneter yang sudah dilakukan pada bulan lalu, sudah mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi karena konsumsi domestik masih cukup kuat. Meski pada kuartal IV, bank sentral perkirakan produk domestik bruto (PDB) akan tumbuh terbatas sejalan dengan fiskal yang masih konsolidasi.
Secara keseluruhan, ekonomi Indonesia akan tumbuh lima persen pada 2016. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan di kisaran 5 persen-5,4 persen pada 2017. Inflasi diperkirakan 3 persen-3,2 persen pada akhir 2016.