Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) pasrah jika pemerintah memilih untuk menyerahkan pembangunan pembangkit listrik di daerah terpencil dan terluar kepada swasta. Namun, selain membangun pembangkit, swasta harus membangun infrastruktur lainnya agar listrik tersebut bisa disalurkan ke pelanggan.Â
Direktur Utama PLN Sofyan Basir menjelaskan, PLN mempersilakan jika ada pihak swasta yang ingin membangun pembangkit di wilayah terpencil. Namun biasanya, harga jual listrik di daerah terpencil tersebut akan sangat tinggi karena selain membangun pembangkit, swasta harus juga membangun infrastruktur untuk menyalurkan listrik tersebut.Â
"Boleh aja kalau swasta mau membiayai proyek kelistrikan di daerah terpencil seperti beberapa daerah di Papua," kata Sofyan, di Kantor Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Jakarta, Jumat, (18/11/2016).
Advertisement
Baca Juga
Selama ini memang belum ada pembicaraan mengenai rencana tersebut antara pemerintah dan PLN. Namun, ada hal yang harus diperhatikan jika swasta membangun pembangkit di wilayah terpencil.
Hal tersebut adalah mengenai tarif listrik, karena seharusnya tarif listrik di wilayah terpencil di bawah biaya produksi. Sementara, swasta tidak tidak bisa menomboki antara biaya produksi listrik dengan harga jual yang lebih rendah.
"Misalnya ada 100 rumah tidak bisa dijangkau PLN dan terisolasi. Swasta mau? Boleh. Swasta pergi ke Papua buat melistriki 100 rumah. Mau tidak menurut Anda? Pasti tidak sanggup karena harusnya cross subsidi," paparnya.
Menurut Sofyan, untuk mengalirkan listrik di daerah terpencil harus dilakukan subsidi silang. Alasannya, biaya produksi listrik Rp 3.500 per Kilo Watt hour (KWh) tetapi menjualnya dengan harga Rp 400 per KWh.
Namun, jika listrik dari pembangkit swasta dijual ke PLN sebelum disalurkan ke masyarakat, akan membingungkan untuk menetapkan harga jual listrik dari pembangkit swasta tersebut.
"Kalau dijual di PLN mau jual berapa? PLN di sana hari ini mensubsidi, listrik Rp 3.500, konsumen bayar Rp 400. Menurut Anda gimana?," tutup Sofyan.
Â