Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan dampak pencabutan subsidi listrik bagi golongan 900 Volt Ampere (VA) sebanyak 18,9 juta pelanggan di Januari 2017 terhadap kenaikan inflasi sekitar 0,5 persen. ‎Proyeksi ini lebih rendah dari perkiraan Bank Indonesia (BI) yang meramal 0,95 persen.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah akan terus memantau dampak pencabutan subsidi listrik di tahun depan terhadap inflasi. Pemerintah dan DPR mematok target inflasi sebesar 4 persen di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.
"Dampak (pencabutan subsidi listrik) tentu saja ada. Pasti akan kami pantau terus, karena estimasi kami kenaikan inflasi dari pemindahan tarif ini hanya sekitar 0,5 persen saja, sehingga secara makro, ini tidak membahayakan," ucap Suahasil saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Senin (21/11/2016).
‎Suahasil menuturkan, saat ini jumlah pelanggan listrik yang menikmati tarif subsidi sekitar 45 juta rumah tangga. Pemerintah meyakini sebagian dari jumlah tersebut merupakan golongan mampu yang tidak berhak menerima subsidi.
Baca Juga
"Kita yakini sebagian dari 45 juta pelanggan penerima subsidi adalah tidak berhak karena tidak termasuk rumah tangga miskin ataupun rentan miskin. Sehingga sekitar 22 juta rumah tangga akan dipindahkan tarifnya menjadi tarif keekonomian‎," ujar Suahasil.
Sementara sisanya sekitar 23 juta rumah tangga, Suahasil mengakui akan tetap diberikan subsidi karena berstatus masyarakat dengan sosial ekonomi terendah. Termasuk di dalamnya rumah tangga yang hidup di bawah garis kemiskinan sekitar 6,3 juta rumah tangga, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
"Jadi saya rasa ‎tidak akan mengganggu kesejahteraan masyarakat dan memicu penambahan jumlah orang miskin baru," Suahasil menegaskan.
‎Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Askolani menyatakan, sekitar 18,9 juta pelanggan yang dicabut subsidi listriknya merupakan masyarakat mampu, salah satu contohnya pemilik apartemen.
"Da‎mpak inflasi adalah perhitungan di atas kertas. Kalau yang dicabut subsidinya rumah tangga yang punya apartemen contohnya, maka tidak ada dampak inflasi atau menimbulkan kemiskinan. Tapi bila pencabutan subsidi kena ke konsumen yang pakai listrik untuk proses produksi barang dan jasa, maka dampak inflasi tidak signifikan karena konsumen yang seperti itu tidak banyak," Askolani menuturkan.
Kebijakan pencabutan subsidi listrik, ia mengatakan sudah dibahas dan ditetapkan ‎dalam Undang-undang APBN 2017. Rencananya dijalankan pada Januari 2017 sehingga alokasi anggaran subsidi listrik sebesar Rp 44,98 triliun.
‎Jika kebijakan tersebut gagal kembali dijalankan awal tahun, maka potensi pembengkakan anggaran subsidi tidak dapat dihindari. "Tapi ini 2017 belum jalan, jangan berandai-andai ada pembengkakan anggaran," ujar Askolani. (Fik/Ahm)
Advertisement