Sukses

Soal TPP, Kemendag Tunggu Kebijakan Donald Trump

AS diperkirakan akan melakukan renegosiasi perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) masih menunggu kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih, Donald Trump terkait kelanjutan perdagangan bebas Trans-Pacific Partnership (TPP), termasuk dengan Indonesia. Diperkirakan dengan kebijakan dagang proteksionis, negosiasi TPP akan mengalami penyesuaian.

"Kalau melihat kampanye Trump, kebijakan dagang cenderung proteksionis. Tapi kami berharap tidak seperti itu," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Dody Edward saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (21/11/2016).

Namun demikian, katanya, pemerintah masih menunggu realisasi janji kampanye Donald Trump termasuk dalam kebijakan perdagangan internasional, salah satunya TPP. "Kami masih sama-sama menunggu, tentunya kita akan dihadapkan pada hal-hal yang ada, dan akan ada penyesuaian," ucap Dody.

Sebelumnya, Ketua Tim Ahli Wakil Presiden (Wapres), Sofjan Wanandi, meminta pemerintah Indonesia melupakan rencana kerja sama perdagangan bebas dengan Amerika Serikat (AS) atau TPP. Alasannya, karena Presiden AS terpilih Donald Trump berjanji akan menjalankan kebijakan perdagangan proteksi.

"Dia (Trump) akan lebih proteksi terhadap AS karena mau mendorong ekonominya. Jadi saya tidak akan percaya TPP akan ada, makanya lupakan saja," katanya.

Sofjan memperkirakan kerja sama perdagangan TPP tidak akan terjadi dalam satu sampai dua tahun ini. AS, baik pemerintah maupun anggota dewannya, tidak akan membuka peluang kerja sama tersebut.

"Jadi TPP berhentikan dulu, mending tidur saja karena pasti tidak akan keluar sama sekali. Paling yang sudah ada akan diubah sebab AS tidak akan mau, apalagi sekarang senat dipegang partai Republik," kata Sofjan.

Ia menjelaskan, dengan kebijakan proteksi ini, AS akan menghadapi mitra dagang utama yang besar. AS diperkirakan akan melakukan renegosiasi perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara (North American Free Trade Agreement/NAFTA) dengan Meksiko dan Kanada.

"Lalu setelah itu, dia akan melakukannya dengan mitra dagang besar lainnya, seperti China, Jepang, Korea, dan lainnya," ucapnya.

Sementara itu, kata Sofjan, negosiasi perjanjian kemitraan ekonomi Indonesia dan Uni Eropa atau dikenal dengan Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) tetap akan berjalan.

"Kita lagi pikirin CEPA dengan Eropa dan Australia. Tidak usah mikirin luar negeri, yang penting sekarang bagaimana memperkuat industri dalam negeri kita. Jangan sampai negara lain tidak bisa ekspor ke AS, lalu dilempar ke sini, mati nanti industri dalam negeri," saran Sofjan. (Fik/Gdn)