Sukses

Penanggulangan Krisis Energi Diminta Masuk dalam Revisi UU Migas

Akar berbagai persoalan di sektor migas adalah payung hukum yang masih memiliki banyak celah.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah diminta menyertakan penanggulangan krisis energi yang saat ini berpotensi mengancam Indonesia masuk dalam draf revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (migas).

Koordinator Nasional Koalisi Masyarakat Sipil Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah mengatakan, percepatan pembahasan revisi UU Migas bukan hanya karena adanya keputusan Mahkamah Konstitusi  (MK) yang membatalkan beberapa pasal dalam UU Migas terdahulu.

Namun revisi terkait dengan berbagai persoalan yang menuntut solusi yang sistemik, seperti ancaman nyata krisis energi pada 2025.

Berdasarkan data Dewan Energi Nasional (DEN), Indonesia membutuhkan energi 7,496 juta barel setara minyak per hari dengan 47 persen sumber energi dari migas dan konsumsi energi 1,4 ton setara minyak per hari.

"Di sisi lain, fakta hari ini menunjukkan bahwa produksi minyak hanya 250 ribu barel per hari dengan 86 persen total produksi minyak nasional berasal dari lapangan migas yang sudah tua, serta cadangan saat ini sudah cadangan saat ini tidak mampu memenuhi kebutuhan," kata dia di Jakarta, Senin (21/11/2016).

Dia menambahkan, adapula ancaman dari praktik mafia migas yang terus menggerogoti.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya potensi kerugian negara sekitar US$ 336,1  juta atau setara Rp 4,4 triliun akibat belum terpenuhinya kewajiban keuangan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) Migas terhadap Wilayah Kerja yang sudah mengalami terminasi.

‎"Selain itu, KPK juga menemukan bahwa dari 319 wilayah kerja, ada 143 Wilayah Kerja di hulu migas yang belum melunasi kewajiban keuangan. Sedangkan 141 Wilayah Kerja tidak melakukan kewajiban Environmental Based Assessment-EBA," ungkap dia.

Maryati menduga akar berbagai persoalan di sektor migas adalah payung hukum yang masih memiliki banyak celah, baik dari sisi perencanaan, pengelolaan, pembinaan maupun pengawasan.

Dia mengidentifikasikan sejumlah isu kunci yang harus dimasukkan ke dalam pembahasan RUU Migas, yaitu perencanaan pengelolaan migas, model kelembagaan hulu migas yang memungkinkan adanya proses check and balances, badan pengawas, BUMN pengelola, petroleum fund, domestic marker obligation (DMO), dana cadangan, cost recovery, Participating Interest (PI), perlindungan atas dampak kegiatan migas, serta reformasi sistem informasi dan partisipasi.

Maryati juga meminta Pimpinan DPR untuk mendesak Komisi VII DPR segera membahas revisi UU Migas. Sebab pembahasan adalah suatu kegentingan yang tidak boleh ditunda lagi.

"Komitmen DPR atas agenda pembahasan revisi UU Migas tidak boleh lagi hanya sebatas wacana, tetapi harus disertai dengan langkah nyata. Kami berharap  setidaknya sampai akhir masa sidang ini sudah ada draft Revisi UU Migas versi DPR untuk kemudian segera dibahas bersama-sama dengan Pemerintah," tutup dia.