Sukses

Harga Minyak Naik Dibayangi Keputusan OPEC

Anggota OPEC ditengarai akan setuju untuk membekukan output minyak pada pertemuan 30 November di Wina, Austria.

Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah dunia melonjak 4 persen mencapai posisi tertinggi dalam tiga minggu tinggi terangkat pertumbuhan keyakinan bahwa negara-negara penghasil utama minyak dunia akan menyetujui untuk membatasi output mereka.

Melansir laman Reuters, Selasa (22/11/2016), harga minyak berjangka Brent menetap di posisi  US$ 48,90 per barel, naik US$ 2,04 atau 4,4 persen.

Sementara patokan minyak AS West Texas Intermediate (WTI) naik 4 persen menjadi US$ 47,49 per barel, naik US$ 1,80 setelah sempat ke posisi US$ 47,80 per barel.

Harga minyak Brent bahkan sempat menyentuh US$ 49 per barel. Harga minyak acuan London ini telah meningkat 11 persen dalam seminggu sejak Arab Saudi, pemimpin Organisasi Negara Pengekspor Minyak, mulai membujuk anggotanya untuk ikut dengan usulannya.

Anggota OPEC ditengarai akan setuju untuk membekukan output minyak pada pertemuan 30 November di Wina, Austria. Dalam beberapa hari terakhir, beberapa anggota OPEC termasuk Iran, bersama dengan Rusia terlihat condong ke arah kesepakatan untuk membatasi output tersebut.

"Mendekati pertemuan terdapat ancaman bahwa mereka akan mencapai beberapa kesepakatan yang telah memicu banyak short covering," kata Gene McGillian, Manajer Riset Pasar di Tradition Energy di Stamford, Connecticut.

Demikian pula, analis Goldman Sachs dalam catatan menyatakan kemungkinan OPEC untuk  memotong output telah meningkat, dan mereka percaya surplus minyak dunia akan bergeser menjadi defisit pada pertengahan tahun depan, yang akan mendorong harga.

"Kasus dasar kami sekarang adalah bahwa pemangkasan produksi OPEC akan diumumkan dan dilaksanakan," tulis mereka.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan ia melihat tidak ada penghalang untuk terjadinya pembekuan produksi minyak pasca-Soviet, lebih dari 11 juta barel per hari.

Di sisi lain, anggota OPEC pekan lalu mengusulkan kesepakatan bagi Iran. Negara ini memang ingin pengecualian untuk mencoba merebut kembali pangsa pasar yang hilang selama terkena sanksi Barat.

Libya dan Nigeria, yang ekspornya terhambat karena aksi kekerasan, juga diminta untuk tak ikut kesepakatan.

Video Terkini