Sukses

Harga Minyak Jatuh Hampir 4 Persen Imbas Ketidakpastian OPEC

Arab Saudi menyatakan tidak akan hadiri pertemuan dengan produsen minyak non OPEC untuk bahas pemangkasan produksi pada awal pekan depan.

Liputan6.com, Boston - Harga minyak dunia merosot hampir empat persen didorong ketidakpastian the Organization of the petroleum exporting countries (OPEC) akan meraih kesepakatan memangkas produksi usai Arab Saudi menyatakan tidak akan ikut pertemuan  pada awal pekan  dengan produsen minyak non OPEC.

Pada perdagangan Jumat  (Sabtu pagi WIB), harga minyak Brent tergelincir US$ 1,37 atau 3,59 persen menjadi US$ 47,24 per barel. Harga minyak AS turun US$ 1,9 per barel atau 3,96 persen ke level US$ 46,06. Harga minyak terus turun usai perdagangan hingga ke level US$ 45,88 per barel.

Sepekan ini, harga minyak AS naik 13 sen per barel usai diperdagangkan di kisaran US$ 45,77-US$ 49,20 per barel.  Harga minyak Brent menguat 20 sen. Aktivitas perdagangan minyak cenderung tipis seiring sambut hari libur Thanksgiing dan menjelang akhir  pekan.

Produsen utama minyak Arab Saudi mengatakan, pihaknya tidak akan hadiri pertemuan dengan produsen minyak non OPEC pada pekan depan. Pertemuan itu bahas untuk  membatasi produksi minyak.Berdasarkan sumber, Arab Saudi akan fokus untuk bertemu dengan anggota OPEC terlebih dahulu.

"Pengumuman Arab Saudi tidak akan mendorong aksi jual. Ada niat untuk pangkas produksi, dan pelaku pasar percaya hal itu," ujar Tariq Zahir, Analis Tyche Capital seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu (26/11/2016).

Rusia tetap berencana  hadiri pertemuan pada 28 November 2016  di Vienna, menjelang pertemuan OPEC pada 30 November.Selain itu berdasarkan laporan menyebutkan kalau Saudi  Aramco akan menaikkan persediaan minyak untuk pelanggan Asia.

Impor minyak China pada Oktober merosot  sejak Januari juga memberikan tekanan harga minyak. Namun analis menilai  kalau ada  sedikit perubahan fundamental.

Bjarne Schieldrop, Analis SEB Bank mengatakan, harga minyak dapat kembali naik jika pertemuan OPEC pada 30 November mencapai target produksi 32,5 juta-33 juta barel per hari.

Sebagian analis mengharapkan ada pemangkasan produksi, namun masih belum kepastian mengenai hal itu.

"Reaksi pasar akan bergantung terhadap kredibilitas proposal (pangkas produksi)," ujar Investment Bank Jefferies.