Liputan6.com, Jakarta Harga minyak dunia mulai merangkak naik seiring kesepakatan pengurangan produksi minyak mentah dari negara-negara produsen. Penguatan harga komoditas tersebut diyakini tidak akan mengganggu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) nasional karena anggaran subsidi energi yang semakin mengecil.
Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengungkapkan, saat ini alokasi subsidi energi Indonesia sudah berubah, baik untuk listrik, bahan bakar minyak (BBM), maupun gas.
Alokasi subsidi pada tahun depan tinggal sebesar Rp 77 triliun dari tahun-tahun sebelumnya yang mencapai Rp 200 triliun-Rp 300 triliun per tahun.
Advertisement
Baca Juga
"Karena subsidi energi sudah berubah, dampak perubahan harga minyak ke fiskal tidak terlalu signifikan dampaknya, termasuk kenaikan harga minyak dunia," ujar Askolani, Minggu (27/11/2016).
Saat ini, kata Askolani, penyaluran subsidi energi akan lebih tepat sasaran, seperti anggaran negara untuk subsidi listrik yang turun sangat rendah dari Rp 100 triliun di beberapa tahun menjadi Rp 40 triliun-Rp 50 triliun ‎saat ini.
"‎Sekarang subsidi BBM cuma Solar Rp 500 per liter, subsidi elpiji ukuran 3 kg sudah dikurangi. Jadi saat harga minyak dunia naik, fiskal sudah positif dampaknya. Beda dengan dulu subsidi masih Rp 4.000-Rp 5.000 per liter, sehingga saat harga minyak naik, langsung negatif ke fiskal atau defisit APBN nambah," jelasnya.
‎Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan, subsidi energi pada 2014 mencapai Rp 350 triliun, kemudian diturunkan alokasinya dan dipindahkan untuk membangun infrastruktur.
Anggaran infrastruktur menjadi hampir Rp 400 triliun di 2017. Sementara subsidi energi‎ mengecil jadi Rp 77 triliun.
"Kita butuh lebih banyak uang untuk membangun infrastruktur di 2018. Sayangnya selain mengambil dari alokasi subsidi energi yang masih bisa diperas Rp 20 triliun, kita harus mengejar penerimaan pajak dengan rasio pajak 15 persen terhadap PDN sehingga bisa dapat uang tambahan Rp 60 triliun," cetus Suahasil.(fik/nrm)