Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan 2.500 desa dapat menikmati listrik pada 2019. Untuk mencapai target tersebut, Kementerian ESDM membuka kesempatan kepada pihak swasta untuk bisa membangun pembangkit dan mengalirkan listrik ke desa tersebut.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman mengatakan, jika 2.500 desa sudah menikmati listrik maka akan meningkatkan pemerataan penyaluran listrik (rasio elektrifikasi) di Indonesia menjadi 97 persen. Saat ini‎ rasio elektrifikasi masih sekitar 89,8 persen.
"Kami harapkan di 2019 rasio elektrifikasi bisa 97 persen. Itu termasuk desa yang belum teraliri listrik yang mencapai 2.500 desa," kata Jarman, di kantor Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Advertisement
Baca Juga
Jarman melanjutkan, hingga sampai akhir 2016, rasio elektrifikasi Indonesia ditargetkan mencapai 90,4 persen. Sedangkan saat ini, rasio elektrifikasi mencapai 89,8 persen. Dengan begitu, jumlah masyarakat yang menikmati listrik semakin meningkat.
"Data yang terakhir itu September sudah mencapai 89,8 persen. Target akhir tahun ini 90,5 persen kami yakin bisa tercapai. Insya Allah bisa tercapai," tutur Jarman.
Untuk terus meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia, Kementerian ESDM akan melegalkan swasta untuk melistriki langsung 2.500 desa yang saat ini belum menikmati listrik. Saat ini payung hukum program tersebut telah ditandatangani.
Direktur Binaan Program Ketenaga Listrikan Direktorat Jenderal Ketenaga Listrikan Kementerian ESDM Aliudin Sitompul mengatakan,‎ dengan adanya swasta yang melistriki 2.500 desa tersebut akan seperti PT PLN (Persero) versi kecil karena membangun pembangkit, jaringan transmisi dan distribusi ke masyarakat, juga mengatur pembayaran listrik.
"Di situ akan berlaku seperti PLN mini. Jadi bangkitkan sendiri, salurkan sendiri, hitung sendiri untung ruginya," kata Aliudin.
Saat ini payung hukum untuk program tersebut berupa Peraturan Menteri ESDM telah ditandatangani, tinggal menunggu proses di Kementerian Hukum dan HAM. "Ini sudah ada Peraturan Menteri. Peraturan Menteri sudah di tandatangani dalam proses legislasi," tutur Aliudin. (Pew/Gdn)
Â