Sukses

Keputusan RI Membekukan Keanggotaan OPEC Dinilai Tepat

Keputusan yang didasari permintaan pemotongan produksi minyak sebesar 5% setara 37 ribu barel itu disampaikan dalam sidang OPEC di Wina.

Liputan6.com, Jakarta Keputusan pemerintah membekukan diri sementara dari keanggotaan organisasi negara pengekspor minyak (Organization of Petroleum Exporting Countries/OPEC) dinilai tepat.

Direktur Eksekutif RefoMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, keputusan yang didasari permintaan pemotongan produksi minyak sebesar 5 persen setara 37 ribu barel tersebut disampaikan dalam sidang OPEC di Wina Austria sudah tepat.

"Pembekuan ini kan latarbelakangnya OPEC memutuskan pengurangan produksi," kata Komaidi, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Kamis (1/12/2016).

Menurut Komaidi, pengurangan produksi bagi Indonesia merupakan hal berat. Sebab produksi minyak nasional justru terus mengalami penurunan. Pemerintah bahkan sedang menggenjot produksi untuk memenuhi kebutuhan dan mengurangi impor minyak.

"Sebagai member mengurangi produksi dalam kondisi sekarang keputusan terlalu berat bagi Indonesia, dilihat dari asepk itu saya memahami," tutur dia.

Komaidi pun menilai, kembalinya Indonesia menjadi anggota OPEC kurang tepat. Organisasi ini dinilai merupakan kumpulan negara yang memiliki produksi minyak melimpah. Berbeda dengan kondisi Indonesia saat ini yang justru mengalami kekurangan pasokan minyak ‎dari dalam negeri.

"Sebenarnya yang tidak bisa dipahami sebelumnya masuk ke OPEC lagi, dampaknya sekarang harus sepakat mengurangi produksi. Padahal, kita masih menjadi net importir produksi kita terbatas.‎ Ibaratnya kalau kita mau jadi anggota geng motor kan harus memiliki motor," ungkap Komaidi.

Menurut dia, jika tujuan Indonesia menjadi anggot OPEC adalah untuk memudahkan mendapatkan pasokan minyak, dikatakan masih ada negara di luar OPEC yang memiliki produksi minyak melimpah.

‎"Kita harus jalani hubungan baik meski pembekuan dilakukan. Untuk mencari sumber tidak hanya OPEC ada negara lain," tutup dia. (Pew/Nrm)