Liputan6.com, Medan - Wajib pajak (WP) yang memanfaatkan program pengampunan pajak (tax amnesty) di Sumatera Utara (Sumut) belum maksimal. Padahal, periode tahap kedua program ini akan berakhir pada Desember 2016.
Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumut I Mukhtar mengatakan, baru 2,5 persen atau 23.950 WP yang berada di wilayah kerjanya dari total 958 ribu WP yang bersedia mengikuti tax amnesty.
Baca Juga
“Masih sangat kecil. Daerah lain kurang lebih persentasenya juga di kisaran angka itu,” kata dia di Medan, seperti dikutip Jumat (2/12/2016).
Dia menyebutkan, total 958 ribu WP yang ada di Sumut, terdiri dari non karyawan dengan jumlah 227 ribu dan pengusaha 654 WP dan lainnya.
"Kalau saat ini ada 75 ribu badan hukum yang menjadi wajib pajak dan yang ikut tax amnesty hanya 2.000 wajib pajak," dia menambahkan.
Advertisement
Menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI), Riant Nugroho, ada beberapa faktor yang menyebabkan lambannya penerimaan pajak dari tax amnesty di periode II, termasuk deklarasi dan repatriasi.
"Pertama, kebijakan tax amnesty sudah ingkar janji, tadinya mau menarik uang di luar negeri, tapi faktanya di dalam negeri. Kedua, prosedur dan form tax amnesty masih dianggap ribet karena terlalu detail untuk melaporkan sebuah kekayaan," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta.
Ketiga, Riant menambahkan, masih ada kecemasan dari pemilik dana bahwa ikut tax amnesty bisa bebas dari pemeriksaan ke depan, bukan saat ini saja tapi 5 tahun, 10 tahun bahkan 20 tahun ke depan.
"Sebab kita masih punya Undang-Undang Tipikor, yang berlaku surut. Apa yakin lima tahun lagi, data kita tidak diutak atik, karena Bareskrim, Tipikor masih bisa ngejar. Ini dilemanya masih bisa dibongkar ke depannya," kata Riant.
Terakhir, katanya, pemerintah harus benar-benar meyakinkan masyarakat atau pemilik dana, penerimaan dana tax amnesty digunakan untuk membangun infrastruktur, bukan justru membayar utang.
"Jadi tax amnesty periode I berhasil, ya iya karena tujuannya supaya dana di luar negeri balik ke Indonesia, tapi dipaksakan menyasar ke dalam negeri. Dari segi konsep saja kurang jujur. Periode II kurang berhasil karena alasan tadi," Riant menjelaskan. (Reza Perdana/nrm)