Liputan6.com, Jakarta Mata uang Euro harus bertekuk lutut terhadap Dolar Amerika Serikat (AS). Ini setelah Perdana Menteri Italia Matteo Renzi kalah telak dalam referendum terkait reformasi konstitusi, yang digelar negara tersebut pada Minggu (4/12/2016) kemarin.
Bahkan, Euro terus melemah seusai Perdana Menteri Italia, Matteo Renzi menyatakan akan mengundurkan diri dari kursi kepimpinan Negeri Pasta tersebut.
Melansir laman BBC, Senin (5/12/2016), Euro sempat anjlok ke posisi 1,0507 per Dolar AS, yang merupakan level terendah sejak Maret 2015.
Advertisement
Baca Juga
Meski kemudian Euro rebound dari posisi terendahnya ke level 1,0563 per Dolar AS. Namun angka ini masih lebih rendah 1 persen dari penutupan Jumat pekan lalu.
Analis mengatakan hasil referendum Italia membuat investor berhati-hati, meski mereka juga tidak bisa dibilang mengalami kepanikan.
"Memang sementara ini pasar cenderung gugup karena kami memulai pekan baru. Tapi ini tidak jatuh terlalu jauh, sejauh ini," kata Kathleen Brooks, Direktur Riset City Index Direct.
Memang, kini perekonomian Italia masuk dalam kondisi rapuh. Sebab itu periode ketidakpastian politik bisa membuat perekonomian negara ini melemah lebih lanjut.
Analis bahkan sangat prihatin akan kondisi industri perbankan Italia, yang sangat rentan terhadap hilangnya kepercayaan.
Banyak bank yang sedang berjuang dengan beban utang yang tinggi dan membutuhkan pembiayaan. Tetapi memperoleh keuangan saat ini dipastikan akan sulit di tengah krisis politik yang sedang terjadi.
Padahal, bank-bank Italia tidak punya banyak waktu untuk mencoba dan meningkatkan modal penyangga mereka. Kemenangan untuk pemilih "Ya" dalam referendum, dilihat investor bisa membantu rekapitalisasi bank-bank tersebut.
Namun, tidak diketahui apakah investor bisa melakukannya sekarang ini, saat pemilih "Tidak" memenangkan referendum.
"Tanpa pemerintah, apakah akan ada bantuan resmi bagi sektor perbankan Italia?" kata dia.
Besaran utang pemerintah Italia juga menjadi perhatian. Sebab pinjaman pemerintah, adalah salah satu yang terbesar di Zona Euro.
Seperti diketahui, sebenarnya Proposal Renzi terkait reformasi justru akan memotong birokrasi Italia yang berbelit-belit. Rencana itu menurut PM Renzi akan membuat negaranya lebih kompetitif.
Reformasi yang ditawarkan adalah untuk merampingkan parlemen. Namun, kebanyakan para pemilih yang memilih reformasi justru melakukannya demi menyuarakan ketidakpuasan dengan perdana menteri.
Sementara itu, pemilih "Tidak" yang didukung oleh partai-partai populis melihat referendum sebagai barometer anti-kemapanan di Eropa.
Pemimpin oposisi Matteo Salvini dari partai Liga Utara, mengatakan bahwa jika hasil jejak pendapat memenangkan kubu "Tidak" maka referendum akan menjadi "kemenangan rakyat terhadap tiga perempat kekuasaan dunia."
Adapun kubu "Tidak" disponsori oleh kelompok anti-kemapanan Five Star Movement yang dipimpin oleh Beppe Grillo. Mereka menginginkan referendum apakah Italia tetap dalam Uni Eropa.
Partai populis termasuk Five Star Movement dan Liga Utara yang anti-imigran. (Nrm/Ndw)