Sukses

Kemenkeu: 2016 Tahun Pahit bagi Daerah

Pembekuan DAU tersebut terpaksa dilakukan pemerintah mengingat potensi kekurangan (shortfall) penerimaan perpajakan sebesar Rp 219 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, pemerintah pertama kalinya harus menunda penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp19,4 triliun yang menjadi jatah dari 169 pemerintah daerah di 2016. Pembekuan DAU tersebut terpaksa dilakukan pemerintah mengingat potensi kekurangan (shortfall) penerimaan perpajakan sebesar Rp 219 triliun.

"Ini adalah tahun pahit bagi kami dan daerah. Ini pertama kalinya daerah terkena penundaan DAU, yang belum pernah terjadi dalam sejarah. Sebagai Dirjen, tentu saya sangat sedih," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Perimbangan Keuangan ‎Kemenkeu, Boediarso Teguh Widodo di acara Anugerah Dana Rakca 2016 di Gedung Dhanapala, Jakarta, Rabu (7/12/2016).

Boediarso menjelaskan, beban tersebut harus dipikul bersama lantaran terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia‎, penurunan harga komoditas, dan peningkatan risiko pasar keuangan yang berdampak pada melesetnya target penerimaan pajak.

"Saat Bu Sri Mulyani masuk, kita rapat siang malam evaluasi target pagu dan penerimaan realistis atau tidak. Sehingga sampai akhir tahun diperkirakan ada shortfall penerimaan perpajakan Rp 219 triliun atau jumlah yang sangat besar," jelas dia.

Tanpa pengendalian belanja, kata Boediarso, akan menyebabkan pembengkakan defisit fiskal dari 2,5 persen menjadi 4 persen-5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di APBN-P 2016. Jumlah ini melanggar ketentuan Undang-undang Keuangan Negara yang hanya memperkenankan defisit 3 persen dari PDB.

Adapun langkah pengamanan APBN-P 2016, dijelaskannya, pertama, mengupayakan penerimaan pajak dan bukan pajak sampai titik darah penghabisan. Apabila sudah maksimal dan ternyata ada kekurangan Rp 219 triliun, maka langkah kedua mengendalikan belanja.

"Ada dua dimensi dalam pengendalian belanja, yakni pemotongan belanja Kementerian/Lembaga‎ Rp 114 triliun. Karena masih kurang dan defisit diperkirakan masih lebih dari 3 persen, maka transfer ke daerah tersentuh," dia menerangkan.

Di 2016, sambung Boediarso, pemerintah terpaksa tidak mentransfer tunjangan profesi guru ke daerah karena ada kelebihan uang yang disetor ke daerah sepanjang 2010-2015 sebesar Rp 23 triliun. Uangnya sudah ada di daerah, mengendap menjadi Silpa di rekening kas daerah.

"Jadi ada kelebihan dana tunjangan profesi guru yang sudah ada di kas daerah Rp 23 triliun, sekarang identifikasinya malah Rp 30 triliun. Jadi tidak ditransfer lagi, uangnya sudah ada di daerah," tuturnya.

Dana Alokasi Khusus (DAK), diakui Boediarso, penyerapannya baru mencapai Rp 52 triliun hingga 7 Desember ini. Sementara target di APBN-P 2016 sebesar Rp 89 triliun sehingga Rp 37 triliun belum dibelanjakan dari prediksi hanya Rp 6 triliun tidak terserap.

"Penundaan DAU Rp 19,4 triliun, sebagian sudah dibayar. Untuk September dan Oktober ini, yang akan dibayar minggu kedua di Januari 2017," ucap Boediarso.

Sampai dengan 30 November ini, Boediarso mengaku, anggaran transfer ke daerah dari Rp 776 triliun, realisasinya 86 persen atau Rp 671 triliun. Dana otsus sudah terserap 100 persen, dana desa mencapai 93 persen atau Rp 43 triliun dari target Rp 46 triliun, realisasi dana transfer khusus 66 persen Rp 140,7 triliun dari target Rp 211 triliun.