Sukses

Pengusaha Ragu Kesepakatan OPEC Dorong Harga Minyak Terus Naik

Pengusaha ragu jika OPEC akan secara konsisten menjalankan kesepakatan pemangkasan produksi minyak yang mendorong harga minyak.

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha minyak dan gas (migas) yang tergabung dalam Indonesian Petroleum Association (IPA) ragu jika keputusan OPEC memangkas produksi minyak mampu mendorong harga minyak dunia.

Kenaikan harga minyak yang terjadi baru-baru ini, diprediksi tidak akan bersifat jangka panjang.

Direktur IPA I Tenny Wibowo mengatakan, pengusaha ragu jika OPEC akan secara konsisten menjalankan kesepakatan pemangkasan produksi.

"Tadi Bu Christina (President IPA) mengatakan, ini mesti dilihat jangka panjangnya. Karena, bisa jadi singkat, begitu produksi dikurangi sebagian harga naik. Jangan sampai harga naik mulai naikan produksi lagi," kata dia di di Jakarta, Rabu (7/12/2016).

Dengan kondisi itu, dia tak bisa memastikan jika pemotongan produksi akan berdampak pada kenaikan harga minyak dalam jangka panjang.

"Tapi shorterm-nya naik beberapa dolar, apakah stay tinggi, rendah. Saya nggak bisa jawab dengan kepastian tinggi," ungkap dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengaku ragu harga minyak dunia akan terus tinggi meskipun OPEC berkomitmen untuk memangkas produksi minyak.

Menurut dia, yang perlu diperhatikan ialah apakah negara-negara OPEC tersebut benar-benar merealisasikan keputusan itu.

"Pertama tentu dari keputusan OPEC kemarin yang dilihat announcement dianggap cukup mengagetkan dalam artian karena mampu membuat komitmen dari sisi volume. Kalau dilihat dari detil realisasinya terutama kontribusi masing-masing negara," kata dia, kemarin.

Di sisi lain, Sri mengatakan kondisi permintaan minyak dunia masih bervariasi. Di Eropa masih dalam tahap pemulihan perekonomian yang berdampak pada permintaan minyak.

"Demand side akan mix. Apa yang terjadi di Eropa dengan Brexit, Italia referendum, berbagai election Prancis, Jerman, Netherland akan memberikan pengaruh terhadap proyeksi pemulihan di Eropa," jelas dia.

Dia mengatakan, di Amerika Serikat (AS) sendiri akan dipengaruhi oleh arah kebijakan presiden AS terpilih Donald Trump. Namun, patut diketahui pula jika AS memiliki shale gas yang bisa dijadikan substitusi minyak.

"Dari AS sendiri kebutuhan energi dan produksi dari non minyak melalui  shale gas akan substitute," ujar dia.

Dengan kondisi demikian, dia meyakini harga minyak dunia tetap sesuai dengan proyeksi pemerintah.

"Secara total 2017 masih dianggap imbang dari sisi kemungkinan bahwa harga minyak asumsi US$ 45 dilihat dari prospek permintaan tidak mengalami kenaikan. Kemungkinan saja penguatan dari harga minyak itu akan terpengaruh atau dilemahkan oleh permintaan yang lemah juga. Dengan demikian tidak akan bertahan lama dan harga yang terlalu tinggi," tandas dia.(Amd/Nrm)