Liputan6.com, Jakarta - Keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengubah acuan kurs rupiah dari dolar Amerika Serikat (AS) ke yuan Tiongkok dinilai sebagai langkah baik. Namun, hal tersebut akan sulit dilakukan.
Pengamat ekonomi Didik J. Rachbini mengatakan keinginan Jokowi agar Indonesia tidak mengukur ekonomi hanya berdasarkan nilai tukar rupiah ke dolar AS bisa saja dilakukan. Namun, hal itu juga harus mengukur kekuatan mata uang rupiah itu sendiri.
"Beliau menyatakan mengukur ekonomi bagus atau tidak jangan cuma pada dolar, tapi juga mengacu ke mata uang negara lain. Saya sebut US$ 1.000 di sini bisa dapat macam-macam. Tapi US$ 1.000 di Amerika tidak bisa hidup," ujar dia dalam Breakfast Meeting bertema "Masa Depan Ekonomi Indonesia di Hotel Dharmawangsa", Jakarta, Kamis (8/12/2016).
Baca Juga
Selain itu, tutur Didik, untuk mengubah acuan kurs rupiah dari dolar ke mata uang lain seperti yuan juga bukan perkara yang singkat. Setidaknya dibutuhkan waktu tiga-lima dekade untuk proses penyesuaiannya.
"Kalau mau ke arah situ prosesnya lama kita. Lama sekali diperlukan tiga dekade, lima dekade. Memprediksinya itu perlu waktu lama," kata dia
Selain itu, ujar Didik, saat ini dolar AS masih menjadi mata uang yang kuat dan dipergunakan dalam perdagangan internasional. Karena itu, sulit untuk menggantikan acuan kurs dari dolar ke mata uang lain, termasuk yuan.
‎"Tetep uang yang paling besar itu dolar. Yang menguasai arus perdagangan itu ya dolar. Seperti sungai, yang jadi bendungan itu ya dolar.
Advertisement
Ketika Liputan6.com bertanya apakah sulit mengalihkan dolar ke yuan. "Ya realitasnya seperti itu," ujar Didik.