Liputan6.com, Jakarta - Penerapan penyaluran subsidi listrik tepat sasaran untuk golongan 900 Volt Amper (Va) bakal diberlakukan pada awal 2017. PT PLN (Persero) memperkirakan penerapan subsidi listrik tepat sasaran tersebut  bisa memicu kegaduhan. Alasannya, penerapan subsidi listrik tepat sasaran tersebut membuat kenaikan tarif listrik bagi 18,1 juta pelanggan.
Kepala Divisi Niaga PLN Benny Marbun mengatakan, pelanggan listrik untuk tarif 900 VA tercatat 23 juta pelanggan. Saat ini, seluruh pelanggan tersebut masih menikmati subsidi listrik. Dengan penerapan subsidi listrik tepat sasaran, jumlah masyarakat yang bisa menikmati subsidi listrik bakal berkurang.
Berdasarkan perhitungan dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan pendataan yang dilakukan PLN, masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi listrik hanya 4,1 juta pelanggan. Mereka adalah masyarakat yang masuk golongan miskin dan rentan miskin.Â
Advertisement
Oleh karena itu, dengan penerapan subsidi listrik tepat sasaran mulai awal 2017‎, maka 18,9 juta pelanggan 900 VA, sudah tidak bisa menerima subsidi lagi. Akibatnya tentu saja pelanggan tersebut akan mengalami kenaikan tarif listrik.
Dengan adanya kenaikan tarif tersebut diperkirakan bisa menimbulkan kegaduhan. "Ini kemungkinan akan terjadi kegaduhan. Kurang lebih 19 juta pelanggan rumah tangga rekeningnya akan naik bertahap," kata Benny, di Jakarta, Jumat (9/12/2016).
Baca Juga
Saat ini golongan 900 VA masih membayar Rp 585 per kWh. Dibantu dengan subsidi pemerintah sebesar Rp 875 kWh, dengan rata-rata konsumsi listrik 125 kWh per bulan, maka tagihan pelanggan golongan 900 VA kurang lebih Rp 74.740 per bulan.
Dengan penerapan subsidi listrik tepat sasaran atau pencabutan subsidi listrik tersebut, maka tagihannya akan menjadi Rp 1.450 per kWh‎. Dengan konsumsi rata-rata 125 kWh per bulan maka tagihan yang dibayar mencapai Rp 185 ribu per bulan.
"Mereka sekarang membayar rata-rata Rp 585 per kWh. Memang seharusnya kan Rp 1.450 per kWh. Untuk satu kWh, pemerintah mensubsidi Rp 875 kWh,"‎ papar Benny.
Saat masyarakat mulai merasakan kenaikan tarif akibat pencabutan subsidi listrik mulai 1 Januari 2017, disinyalir akan ada yang tidak terima. Namun, hal tersebut telah diantisipasi dengan menyiapkan mekanisme pengaduan. "Nanti 1 Januari saat merasakan tarif naik, kami menyiapkan mekanisme pengaduan," tutur Benny.
Bagi masyarakat yang merasa berhak menerima subsidi listrik tetapi subsidinya dicabut sudah disediakan mekanisme pengaduan oleh Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Sedangkan PLN akan membantu dalam menyediakan aplikasi untuk menampung aksi protes masyarakat yang tidak terima subsidi listriknya dicabut.
"Ini dari Kementerian ESDM, kami bantu menyiapkan aplikasinya, kami punya aplikasi sehingga masyarakat yang mengeluh, menyampaikan portes, kenapa saya tidka dapat subsidi, ingin mengajuka dapat susbidi,‎" tutur Benny.
Benny mengungkapkan, bagi masyarakat yang merasa masih berhak menerima subsidi, bisa melapor ke Ke Kelurahan dengan ‎mengisi formulir identitas yang sudah disediakan, kemudian data tersebut akan diproses di Kecamatan untuk dilaporkan ke posko pengaduan yang ada di Jakarta.
Setelah posko pengaduan tersebut mendapat laporan, data tersebut akan dikaji oleh Kementerian Sosial untuk menentukan kelayakan mendapat subsidi listrik, jika dinyatakan layak maka akan dilaporkan kembali ke Kementerian ESDM dan instansi tersebut memerintahkan PLN untuk memberikan subsidi listriknya.
"Data tersebut dikirim ke ke Kecamatan, kalau ada internet langsung dikirim ke posko Jakarta, kalau tidak ada internet dibawa ke kabupaten baru di kirim ke Posko, nanti di olah Kementerian Sosial, kemudian dilaporkan Ke Kementerian ESDM, kalau ESDM ya nanti PLN berikan subsidinya," tutup Benny. (Pew/Gdn)