Liputan6.com, Jakarta Sepanjang 2016, Bank Indonesia (BI) melakukan pelonggaran moneter. Namun, sampai saat ini, penurunan suku bunga kredit perbankan masih sangat terbatas.
BI telah menurunkan BI rate dari 7,75 pada Januari menjadi 6,5 persen di Juli. Tak cukup hanya itu, BI juga telah melakukan perubahan bunga acuan menjadi BI-7 Days Repo Rate pada Agustus.
Setelah itu BI kembali menurunkan acuan bunga baru itu sebanyak dua kali menjadi 4,75 di Oktober.
Advertisement
Baca Juga
Managing Director CORE Indonesia Hendri Saparini menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan suku bunga kredit perbankan masih sangat terbatas penurunannya.
Padahal penurunan bunga kredit mampu meningkatkan daya beli masyarakat sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pertama, dia menyebutkan, hal itu karena tren kenaikan kredit bermasalah (Nett Perfoarming Loan/NPL) menjadikan perbankan lebih konsentrasi dalam melakukan pencadangan dana, sehingga mempengaruhi keterbatasan penurunan bunga.
"Selain itu juga masih tingginya biaya perolehan dana perbankan terutama untuk deposito permium meskipun untuk simpanan pemerintah dan BUMN telah diberikan batas oleh OJK," kata Hendri seperti dikutip Senin (12/12/2016).
Ketiga, melambatnya penyaluran kredit akibat melemahnya pertumbuhan ekonomi sehingga pendapatan bunga kredit yang menjadi pendapatan domain perbankan domestik hingga saat ini ikut tersendat.
Keempat, Hendri menjelaskan, upaya efisiensi belum berjalan optimal akibat kompleksitas tantangan eksternal yang dihadapi perbankan jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malasia.
"Contoh, kondisi geografis yang cukup luas sementara infrastruktur dasar yang belum merata, dengan demikian biaya operasional perbankan menjadi lebih mahal," tambah Hendri.
Beberapa kondisi tersebut, menurut dia, membuat transmisi kebijakan moneter BI melalui perubahan suku bunga perbankan menjadi kurang efektif. (Yas/Nrm)