Sukses

‎Rupiah Bergejolak, Bisnis Penerbangan RI Masih Aman

Sejauh ini industri penerbangan nasional belum terdampak pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Tren penguatan dolar Amerika Serikat (AS) terus berlanjut di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump. Berdasarkan data kurs tengah (Jisdor) Bank Indonesia (BI), nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS masih mengalami pelemahan ke level 13.337 pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Bagaimana dengan nasib industri penerbangan di Indonesia?

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Suprasetyo ‎mengungkapkan, sejauh ini industri penerbangan nasional belum mengeluhkan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS. "Industri penerbangan kita belum ada keluhan, sejauh ini masih aman," katanya saat berbincang dengan ‎Liputan6.com, Jakarta, Selasa (13/12/2016).

Suprasetyo menambahkan, pelemahan rupiah terkompensasi oleh kenaikan jumlah penumpang setiap tahun. "Peningkatan jumlah penumpang pesawat bagus, rata-rata 12 persen per tahun. Jadi terkompensasinya tinggi," dia menerangkan.

Dirinya berharap, di bawah kepemimpinan Donald Trump, pergerakan kurs dolar AS dapat ‎terkendali, sehingga tidak membuat mata uang rupiah goyang hebat.

"Mudah-mudahan rupiah tidak naik turun karena kan beli suku cadang pakai dolar AS, Indonesia bisa menjaga perekonomian, dolar juga stabil, supaya industri penerbangan tetap aman," harap Suprasetyo.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya, menyoroti kebijakan ekonomi Donald Trump yang lebih bersifat reflasi. Di mana kurs dolar AS akan mencerminkan antisipasi pasar bahwa pertumbuhan ekonomi AS akan semakin menguat dan inflasi dolar akan melonjak.

"Jadi dolar nanti akan jalan sendiri. Itu artinya kurs rupiah-dolar AS semakin tidak mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia. Karena selama ini selalu melihatnya ke sana terus, padahal bukan cerminan fundamental Indonesia," terangnya.

Sementara itu, Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra mengatakan, seluruh pelaku pasar di dunia saat ini lebih fokus pada perkembangan kebijakan pemerintah AS dan The Fed yang berencana menaikkan tingkat bunga acuan pada 14 Desember mendatang. Sehingga membuat nilai tukar rupiah terus tertekan.

"Faktor eksternal lebih kuat membayangi pergerakan rupiah saat ini. Sejak Donald Trump terpilih, rupiah melayang di kisaran 13.300-13.600 per dolar AS," ujar Ariston.

Dirinya memproyeksikan, kurs rupiah masih akan terus tertekan karena indikasinya The Fed akan menaikkan Fed Fund Rate pada akhir tahun ini sekali, dan dua kali di 2017.

"Kalau indikasinya masih mau naikkan suku bunga tahun depan, rupiah masih bisa tertekan. Hingga akhir tahun ini, rentang rupiah berada di level 13.300-13.700 per dolar AS," dia menerangkan. (Fik/Gdn)