Sukses

Berhenti Kerja, Pria Ini Sukses Jualan Saoto

Usaha warung saoto yang dijalani Katro Sumaryo menjadi salah satu tujuan kuliner yang dicari orang setiap berkunjung ke Yogyakarta.

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Katro Sumaryo (46) berhenti bekerja dan membuka usaha warung saoto di areal persawahan miliknya tampaknya merupakan hal tepat. Usaha warung saoto yang dijalaninya saat ini menjadi salah satu destinasi kuliner yang dicari orang setiap berkunjung ke kota Yogyakarta.

"Berawal dari kejenuhan saya bekerja sebagai karyawan swasta di salah satu hotel di Yogyakarta, kan hotel di Jogja itu persaingannya sudah begitu ketat, jadi sebagai karyawan hotel sangat tidak menguntungkan karena dengan persaingan ketat itu revenue menurun dan semangat menurun. Saya sudah merasa seperti itu, ya akhirnya berinisiatif keluar. Ini kebetulan saya memang punya sawah sendiri ya sudah niat mendirikan usaha ini," ujar Katro kepada liputan6.com saat ditemui di Warung Saoto Bathok Mbah Katro miliknya, Utara Candi Sambisari, Purwomartani, Kalasan, Sleman, DI Yogyakarta.

Katro mengatakan, bekerja selama 22 tahun sebagai karyawan ia merasa dirinya tidak mengalami perkembangan, sehingga hal itulah yang semakin membulatkan tekadnya memilih jalur sebagai wirausaha.

"Ya sekitar 22 tahun bekerja memang merasa tidak ada perubahan, saya kebetulan sama istri hobi kuliner, suka jajan, dan suka bikin inovasi makanan juga. Akhirnya kami iseng-iseng bikin soto, ya udah jadilah saoto ini," tutur suami dari Endah Lestyowati ini, seperti ditulis Selasa (13/12/2016).

Katro menjelaskan sejarah penyebutan saoto yang dia pakai merupakan nama lain untuk soto. Istilah itu digunakannya karena dulu mbahnya sering menyebut soto dengan saoto.

"Istilah saoto, mbah saya itu dulu kalau bilang soto ya saoto, le tolong tukokno (beli) saoto. Karena mbah bilang gitu, ya saya ikutin aja. Lagian agak beda dengan yang lain," tutur dia.

Awal mula berdiri Warung Saoto miliknya pada November 2014 lalu, sebenarnya hanyalah untuk membidik warga sekitar dan orang-orang pabrik, namun di luar dugaan warung miliknya kini malah banyak dikunjungi orang dari luar kota bahkan luar negeri.

Saoto Bathok

"Saya juga tidak mengira buka usaha saoto jadi bisa serame ini. dulu saya cuma mengharapkan orang sekitar sini yang beli, ternyata sekarang malah dari luar negeri juga banyak, di bawa sama travel-travel, banyak juga yang dari Jakarta dan yang paling sering dari Kalimantan ke sini," papar Katro.

Bapak satu anak ini pun menjelaskan dalam sehari warungnya bisa menjual saoto yang harganya Rp 5.000/porsi itu lebih dari 1.000 porsi, sementara jika hari libur atau akhir pekan, jumlahnya bisa meningkat dua kali lipat dari hari biasanya, sedangkan untuk tempe goreng yang seharga Rp 500 terjual kira-kira 5.500-6.000 potong.

"Kalau hari minggu itu sekitar terjual 2.500 porsi, tempenya sekitar 5.500-6.000 potong,” kata dia.

Bermodalkan uang pesangon Rp 40 juta dari tempatnya bekerja dulu, Katro mendirikan warung saoto miliknya. Saat ini dia pun sedang melakukan perluasan tempat karena makin ramainya pengunjung yang datang ke warungnya.

"Dulu masih kecil tempatnya, akhirnya seiring waktu, nambah sampai ke belakang, ekspansi. Karena permintaan pelanggan juga, sudah tidak muat akhirnya kami luaskan, tapi tetap dengan konsep sederhana. Sama seperti pemilihan bathok kelapa untuk mangkok saoto, karena saya ingin menonjolkan kesederhanaan, namun lain dengan yang lain. Ya dulu itu karena faktor keterbatasan dana, kalau beli mangkok itu kan mahal. Saya ala kadarnya, makanya tempat ini juga lantainya begini tanah aja, nggak saya kasi semen dan keramik, karena faktor dana juga dulunya," jelas dia.

Saoto Bathok dan tempe goreng siap makan

Ketika ditanya kendala yang pernah ditemui selama berbisnis, pria kelahiran Kulonprogo, 30 Januari 1970 ini mengaku cuacalah yang terkadang menjadi masalah dalam hal penjualan. Namun dirinya sebisa mungkin selalu fleksibel dalam menyikapinya.

"Paling kalau musim hujan biasa agak berkurang, karena yang mau makan siang jadi malas. Karenanya harus pintar-pintar menyiasati, kami kan margin untungnya kecil, jadi kami harus beli dalam partai banyak. Ya kami fleksibel saja, kayak hari minggu biasanya nambah karyawan sekitar 15 orang. Ya kalau sepi tenaga dikurangi, sementara untuk hal-hal lain bisa diatur dalam pembelanjaan," kata Katro.

Hingga saat ini, sebanyak 24 orang bekerja sebagai karyawan tetap di warung saoto miliknya, dan di akhir tahun ini ia akan membuka satu cabang warung di daerah Candi Borobudur.

"Yang tetap (karyawan) ada 24 orang sekarang tapi nanti sebagian akan saya pindah ke Magelang, karena mau buka cabang di Borobudur, mungkin akhir desember ini," kata dia.

Dalam berbisnis, Katro selalu berprinsip jika ingin sukses maka bekerjalah dengan tekun dan semangat agar apa yang diinginkan bisa tercapai.

"Ya kalau yang saya lakuin itu selama ini bekerja dengan apa adanya namun semangat harus luar biasa, artinya bisanya kaya gini ya udah ini kita tekuni," ujar dia.