Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian (Kementan) membantah pernyataan Ketua Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB Suryo Wiyono yang menyebut padi Hibrida yang dipasok pemerintah melalui kementerian mengandung bakteri Burkholderia Glumae.
Bakteri ini dikatakan sudah menyebar hampir di seluruh Pulau Jawa dan menyebabkan padi tidak berisi dan membusuk.
Kepala Biro Humas dan Informasi Kementan, Agung Hendriadi mengatakan pernyataan tersebut keliru. Alasannya karena pertama, penelitian yang dilakukan Suryo Wiyono hanya dilakukan di 2 lokasi yakni Kabupaten Tegal dan Blitar.
Advertisement
Baca Juga
"Artinya hasil penelitiannya Dr. Suryo Wiyono tidak mewakili karena padi hibrida ditanam di banyak tempat. Ada Kalimantan, Sumatera, Jawa, NTB dan Sulawesi yang mempunyai produktivitas tinggi hingga 13 ton per hektar (ha)," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (20/12/2016).
Selain itu, lanjut Agung, total pertanaman hibrida di Indonesia tidak mencapai 1 persen dari total pertanaman padi Indonesia. "Jadi, pernyataan Dr. Suryo Wiyono bahwa bakteri itu menyebar seluruh pulau Jawa sangat tidak tepat sehingga meresahkan masyarakat," kata dia.
‎‎
Kepala Balai Besar Penelitian Padi, Muhamad Ismail mengakui bakteri Burkholderia Glumae memang sudah lama ada di Indonesia sejak 1987 dan merupakan bakteri tupe A2 yang dapat dikendalikan.
Meski sudah ada sejak 30 tahun lalu, namun terbukti tidak berpengaruh terhadap produktivitas pertanian padi. Selama rentang waktu tersebut, keberadaan bakteri Burkholderia Glumae belum pernah ada kejadian yang mengakibatkan gagal panen (puso). "Walau ada serangan tapi, tidak ganggu produksi," ungkap dia.
Sementara itu, Direktur Perbenihan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Ibrahim Saragih menegaskan pengembangan benih padi hibrida di Indonesia telah memberikan hasil yang bagus yakni 14 ton per ha. Kebijakan ke depan sesuai arahan Dirjen Tanaman Pangan, impor benih padi hibrida sementara dihentikan.
"Ini untuk dorong produksi dan pemanfaatan benih hibrida nasional seperti HIPA dan benih asal impor yang sudah diprodiksi di dalam Negeri," tegas dia.
Untuk diketahui, sesuai ketentuan Tim Penilai Pelepassn Varietas (TP2V), impor benih hibrida untuk satu varietas hanya diijinkan 3 tahun, selebihnya harus sudah diproduksi dalam negeri.
Contoh benih hibrida yang sudah diproduksi dalam negeri adalah Sembada B9, Sembada 189 dan Mapan B02 yg mempunyai provitas 12-13 ton/ha dan disukai petani pada beberapa lokasi. (Dny/Nrm)