Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyindir direksi perbankan di Indonesia, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atas kinerja atau porsi pembiayaan infrastruktur dari bank di bawah 10 persen. Ujung-ujungnya, bank pelat merah hanya mengandalkan suntikan dari pemerintah dalam rangka pendanaan infrastruktur.
Menurutnya, partisipasi perbankan di Indonesia dalam pembiayaan infrastruktur hanya 8-10 persen. Alasannya karena sumber dana bank tersebut berasal dari tabungan, deposito yang jangka waktu investasi setahun atau 6 bulan. Sedangkan infrastruktur waktunya bisa sampai 30 tahun sehingga ada maturity miss match.
"Tapi kan (direksi) bank BUMN digaji tinggi dan adalah orang yang pintar untuk mengatasi hal ini. Kalau cuma datang ke Menkeu, bilang Bu source of funding saya adalah tabungan 6 bulan, kalau saya berikan untuk pembiayaan infrastruktur ada miss match. Ibu bisa tidak, ya saya saja yang jadi bankir," ‎sindir Sri Mulyani di Hotel Four Season, Jakarta, Kamis (22/12/2016).
Advertisement
Dia meminta direksi bank BUMN maupun perbankan swasta nasional mampu mengatasi miss match tersebut. Pasalnya, Sri Mulyani menyebut, pemerintah selalu kelebihan permintaan atas lelang surat utang Indonesia hingga lima kali. Itu artinya, masyarakat mempunyai dana yang cukup untuk berinvestasi.
Baca Juga
"Masyarakat cuma butuh instrumen, dan itulah tugas bank untuk mendapatkan source of funding dengan kebutuhan membiayai infrastruktur‎. Jadi saya tantang para bankir, mereka yang hidupnya keren untuk berinovasi untuk dapat mengatasi miss match itu. Ambisius di tempat yang benar, jangan cepat puas," pinta Sri Mulyani.
Selain industri perbankan, pemerintah juga telah mendirikan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) untuk mendorong pembangunan infrasturktur. SMI ini berkomitmen terhadap pembangunan infrastruktur di tanah air.
Direktur Keuangan dan Dukungan Kerja SMI Agresius Robajanto Kadiaman mengatakan, perseroan telah mengantongi komitmen pembiayaan sebesar Rp 39,50 triliun hingga Oktober 2016. Angka ini naik dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp 23 triliun.
Sementara, untuk outstanding pada Oktober 2016 mencapai Rp 21,91 triliun. Raihan ini setara dengan nilai proyek Rp 175 triliun. "Total nilai sudah mencapai Rp 175 triliun multiplier efek 4,4 kali," kata dia dalam acara Media Gathering di Bali, Kamis (8/12/2016).
Lebih rinci, komposisi pembiayaan yang telah SMI kucurkan meliputi proyek PT PLN (Persero) sebesar 26,58 persen, proyek jalan 21,99 persen, ketenagalistrikan 15,48 persen, transportasi 11,32 persen.
Minyak dan gas bumi mengambil porsi 10,80 persen, irigasi 8,01 persen, telekomunikasi 4,24 persen, air minum 1,33 persen, dan sosial seperti rumah sakit 0,25 persen.
Jika berdasarkan sebaran lokasi proyek infrasturktur yang telah dibiayai oleh SMI, sebanyak 42 persen meliputi Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Kemudian, Sumatera 28 persen, Kalimantan 11 persen, Sulawesi 11 persen, Papua dan Maluku 8 persen. "Jawa, Bali dan Nusa Tenggara 42 persen, 58 persen itu di luar Jawa," ungkap dia. (Fik/Gdn)