Liputan6.com, Jakarta - Chevron Corporation mengumumkan telah melepas anak perusahaannya pada sektor panas bumi di Indonesia dan Filipina. Hal ini ditandai dengan perjanjian jual beli aset-aset panas bumi dengan konsorsium Star Energy.
Executive Vice President, Upstream, Chevron Corporation Jay Johnson mengatakan, anak perusahaan Chevron di Indonesia yaitu PT Chevron Geothemal Indonesia, mengoperasikan lapangan panas bumi Darajat dan Salak di Jawa Barat.
Sedangkan di Filipina, anak perusahaan energi asal Amerika Serikat (AS) tersebut memiliki 40 persen saham di Philippine Geothermal Production Company, Inc. yang mengoperasikan pembangkit listrik panas bumi Tiwi dan Mak-Ban di selatan Luzon.
"Aset-aset ini menghasilkan energi yang andal untuk mendukung kebutuhan ekonomi Asia Pasifik yang berkembang," kata Kata Johnson, di Jakarta, Jumat (23/12/2016).
Baca Juga
Johnson menuturkan, penjualan anak usaha yang bergerak di bidang Energi Baru dan Terbarukan tersebut merupakan usaha efisiensi, untuk memaksimalkan bisnis hulu minyak dan gas bumi (migas).
"Penjualan ini sejalan dengan strategi untuk memaksimalkan nilai bisnis hulu global kami melalui pengelolaan portofolio yang efektif," tutur Johnson.
Sebelumnya Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saefulhak menegaskan yang akan dilepas Chevron bukan asetnya, karena aset kedua WKP tersebut milik Pemerintah, tetapi saham yang ada di WKP tersebut.
"Chevron yang dijual bukan asetnya. Yang dijual itu adalah kepemilikan sahamnya. Setelah chevron dibeli oleh siapa pun, namanya tetap CGI. Tidak berubah karena yang dijual sahamnya. bukan aset Chevronnya," kata Yunus.
Yunus mengungkapkan, Pemerintah tidak ikut campur dalam proses lelang saham tersebut. Akan tetapi, ada syarat yang ditetapkan yaitu pelepasan saham tidak mengganggu kegiatan operasi, tenaga kerja yang sebelumnya digunakan Chevron tetap digunakan Perusahaan pemenang saham, tidak mengubah kontrak jual beli listrik.
"Tidak boleh gara-gara belinya kemahalan minta tarifnya lagi. Jadi sama lah seperti Chevron yang saat ini," tutur Yunus.
Advertisement