Sukses

Karena Ada Transportasi Online, 2 Operator Taksi Tutup

Menjamurnya model transportasi berbasis aplikasi di tahun ini berdampak negatif pada transportasi konvensional.

Liputan6.com, Jakarta Menjamurnya model transportasi online berbasis aplikasi di tahun ini berdampak negatif pada transportasi konvensional. Akibatnya, sejumlah bisnis transportasi konvensional gulung tikar.

Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, setidaknya dalam setahun terakhir ada dua operator taksi yang tutup. Namun, dia enggan menjelaskan secara detail mengenai operator taksi yang gulung tikar tersebut.

"Ada dua operator taksi yang sudah tutup. Sehingga otomatis berdampak pada pengangguran. Coba cek di BPS. Jadi ada operator-operator taksi yang langsung tutup," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (26/12/2016).

Menurut Shafruhan, tutupnya operator taksi tersebut lantaran ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan laju pertumbuhan bisnis transportasi berbasis online. Akibatnya, pelaku usaha ‎transportasi konvensional kian tergerus.

‎"Itu dampak dari ketidakkonsistenan pemerintah dalam mengimplementasikan Undang-Undang (UU), khususnya UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pemerintah tidak konsisten dalam menegakkan aturannya," kata dia.

‎Menurut Shafruhan, saat ini angkutan berbasis online yang tidak memiliki izin resmi terus mengalami peningkatan. Sedangkan jumlah angkutan konvensional yang jelas-jelas memiliki izin terus mengalami penyusutan karena sulit bersaing.

"Ini karena angkutan yang tidak punya izin resmi, yang terdaftar hanya seribu, tetapi yang beroperasi puluhan ribu, kan repot kita. Peluncuran terhadap kendaraan yang memakai aplikasi dan tidak berizin itu kan luar biasa," tandas dia.